domenica, agosto 29, 2004

Si Jutek!! [[ 2 ]]

Rumah bergaya modern namun tetap terkesan sederhana itu berdiri anggun diantara rumah-rumah lain yang lebih mewah, lebih mahal dan lebih lux. Mine menghentikan motornya di depan gerbang, membuka gerbang dan mendorong motornya masuk melewati pagar lalu mengunci kembali gerbang di belakangnya. Ini rumahnya, tempat dirinya mendapatkan kehangatan bersama Tide, yang nggak didapatnya dari orang lain.

"Assalamu'alaikum!!"

Mine tau, nggak akan ada jawaban yang didengarnya. Ayah dan ibu nya tentu saja belum pulang kerja jam segini. Tante Dida yang menjadi pengurus rumah tangga pasti tengah sibuk di dapur bersama bi Parti, sibuk mengatur menu, sibuk memerintah tukang kebun dan tukang sapu rumah. Mine langsung masuk ke kamarnya, berganti baju dan mencuci muka. Dihidupkannya komputer dan mulai memasukan lagu-lagu favoritnya ke list winamp. Dicari-carinya Tide di setiap sudut kamar. Namun sosok itu tak kunjung tampak.

"Tide!!"

Sekali panggil, satu sosok hitam mungil dengan bulu-bulu berkilat dan mata jenaka keluar dari kolong lemari pakaian. Kucing mungil yang dinamainya Tide itu naik ke ranjang dan bermanja-manja pada boneka panda besar berwarna coklat yang setia menemani tidur tuannya.

"Sudah makan?"
"Meong meong .."
"Saya punya coklat .. Tide mau?"
"Meonggg..."

Tide adalah kucing mungil yang dipungutnya dari depan rumah dalam kondisi menggenaskan. Satu kaki terluka, bulu-bulu yang semrawutan kotor dan erangan kesakitan yang menyayat hati. Tide kucing kecil yang pintar, yang tau dimana harus membuang kotoran tanpa harus menyusahkan Mine untuk membersihkan. Bahkan Tide termasuk kucing ajaib yang memakan semua jenis makanan!! Dalam sehari, Tide bisa kekenyangan coklat yang dibeli Mine khusus untuknya.

"Tide pintar .. "

Mine memungut Tide dan mencium hidung kucing itu penuh sayang. Sikap yang amat jauh berbeda bila dirinya tengah berada di tengah-tengah sesama manusia, teman-temannya, ayah dan ibunya, tante Dida, bahkan pembantu sekalipun! Perlahan-lahan mp3 mengalun melalui celah-celah speaker aktiv mini miliknya. Saat-saat favoritnya, bermain bersama Tide dan mendengarkan lagu. Bila sudah begini, Mine sampai lupa makan! Lupa segalanya. Nasib putri tunggal ini sebenarnya amat beruntung, tapi entah kenapa, sejak menginjak bangku kelas 6 SD, Mine mulai menutup diri dan berkutat dalam dunianya sendiri. Tak pelak lagi, dirinya sering diomelin sang ibu dan dinasehatin ayah. Tapi tetap saja perilakunya nggak berubah.

Pada Tide, Mine dapat berkomunikasi dengan bagus dan mencurahkan rasa sayangnya tanpa takut. Namun sikapnya berubah menjadi ketus begitu berhadapan dengan sesama manusia, dia mengalami kesulitan untuk bermanis diri terhadap sesama. Apalagi terhadap teman-teman sekolahnya. Mine terkenal aneh sejak menginjak bangku SMP, sikap lupa pada dunia luar yang melandanya saat kelas 6 SD itu nggak dapat keluar dari dirinya begitu mengenal seragam putih biru. Mine nggak punya teman karib, dijauhi teman-teman kecuali teman sebangkunya dan memilih untuk hidup dengan dunianya sendiri.

Menginjak bangku SMU, sikap Mine tetap nggak berubah. Mine seakan nggak ingin menikmati masa remaja yang seharusnya dapat dinikmatinya tanpa beban dengan posisinya sebagai anak tunggal dari keluarga mampu. Nggak punya teman bukan masalah bagi Mine, karena saat kelas 1 smu dia justru memiliki Tide, kucing kesayangannya yang setia menemani.

"Mine sayang ..."

Mine terlonjak kaget .. Tide melingkarkan tubuhnya semakin nyaman diatas bulu-bulu boneka panda coklat. Suara tante Dida lembut seiring dengan gedoran halus di pintu kamar. Mine mendengus kesal. Tante Dida selalu mengganggu waktu favoritnya setiap hari dan Mine membenci itu.

"Mine sayang .. lunch dulu honey .. ayah dan ibu mu nggak makan di rumah hari ini."

'Bukan kah setiap hari ayah dan ibu memang nggak pernah melewatkan makan siang bersama saya?'. Kedua orang tua Mine selalu sibuk mengurusi perusahan garment sang ayah. Harapan Garment. Mine sebenarnya mengharapkan kedua orangtuanya untuk selalu memberinya waktu sedikit untuk melewatkan makan siang atau makan malam di rumah. Namun semua itu hanya sebatas impian gadis cuek ini. Orangtuanya terlampau .. terlampau sibuk.

"Iya tante Da .. sebentar lagi."
"Cepat yah sayang .. tadi tante minta bi Parti memasak sup makaroni kegemaranmu."
"Iya tante Da .. saya keluar makan."
"Tante tunggu di meja makan yah sayang."

Mine memberengut memandang Tide yang seperti terbuai pada lembutnya bulu-bulu boneka panda coklat. Segera dipakainya sandal dengan kepala bug's bunny dan keluar kamar.

"Ayo sayang .."
"Tante Dida makan juga?"
"Iya dong, tante temani kamu makan yah?"
"Nggak usah tante, saya nggak butuh ditemani."
"Mine, please jangan bersikap ketus begitu."
"Hak saya kan?"
"Iya itu hak mu, tapi urusan perutmu adalah urusan tante juga."
"Tante nggak usah kelewat repot ngurusin saya deh, saya bisa mengurus diri sendiri kok."
"Ayo makan."

Tante Dida tau, ngga ada habisnya bila dia mencoba adu mulut dengan gadis keras kepala ini. Mine duduk dan menunggu piringnya diisi nasi dan sop makaroni kegemarannya. Senang rasanya bila makaroni lembut itu mengisi mulutnya penuh. Makaroni, kegemaran Mine dalam setiap kesempatan. Tante Dida hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Mine. 'Gadis ini nggak kekurangan, dia hanya butuh sesuatu yang bisa merubahnya menjadi lebih bertoleransi'. Mine makan dalam diam.

"Ayam gorengnya Min?"
"Nggak suka."

Selera makan Mine memang sedikit payah. Bila orang lain menginginkan makanan yang enak-enak, Mine memilih yang sebaliknya. Tante Dida tersenyum, paham betul watak putri tunggal majikannya ini. Putri tunggal yang kelewat judes .. meskipun nggak pernah dimanja. Bagaimana mau memanjakan? Mine sendiri seolah menolak untuk dimanjakan!!

Usai makan Mine langsung masuk kembali ke kamarnya dan mendapati Tide tertidur pulas. Dielusnya bulu lembut Tide dengan telinga mendengar alunan mp3 yang mengalun sendu ..

Dear lie ..
...............
Get out of my mouth
Get out of my head
Get out of my mind
...............

Kejadian tadi siang di kelas kembali mengisi benaknya. Denis yang congkak. Denis yang sok jagoan. Denis yang sok tau! Mine mendengus kesal. Denis yang sok jadi pahlawan kelas! Denis yang berani menantangnya. Denis yang berani mencekal tangannya. Denis yang berani melemparkan kata-kata pedas untuknya. Denis yang sejak kelas 1 telah menjadi perhatiannya. Perhatian? Mine menggigit bibirnya sendiri. Ditepisnya pikiran itu .. dia sama sekali nggak memberi perhatian apa pun pada Denis. Dia benci Denis, dia benci semua manusia!! Tak terasa matanya basah. Mine menangis ... Kejadian saat kelas 6 SD itu kembali terputar di kepalanya. Mine membenci semua manusia!!

"Jangan!! Saya masih kecil pak .. jangan .."
"Tapi kamu begitu cantik untuk dilewatkan Mine .. kamu cantik .."
"Jangan pak .. saya akan laporkan .."
"Diam!! Kamu nggak punya hak apa pun anak kecil!! Nggak punya!! Berani melapor atau pisau ini menancap di tubuhmu??"

-bersambung-

martedì, agosto 24, 2004

Si Jutek!! [[ 1 ]]

Mine memandang keramaian itu dari jauh. Cukup hanya dari jauh, Mine nggak berniat melangkah lebih dekat. Salah-salah malah wajahnya yang jadi sasaran tonjok dan baku hantam itu. Anak-anak berseragam putih abu semakin banyak yang tertarik dan membentuk lingkaran yang lebih besar lagi. Mine menarik napas kesal dan membuang pandangannya ke ruangan guru. Hei para guru, see .. lihat!! Perkelahian antara anak IPA dan Bahasa terjadi. Bukan seluruh anak IPA dan Bahasa sih, hanya dua orang yang memang telah lama memendam dengki dan hari ini menyatakan kedengkian mereka dengan saling bahu hantam. Cuih. Mine meludah.

"Siapa yang berkelahi Min?"

Anisa, salah seorang anggota OSIS datang menghampirinya. Anisa menatap kemurunan itu juga dari jauh.

"Entahlah Nis .. saya nggak tau."
"Loh, bukannya kamu dari tadi melihatnya?"
"Bukan berarti saya harus tau siapa yang berkelahi dan karena alasan apa kan?"

Anisa terdiam, memandangi Mine dengan pandangan tak mengerti. Anisa tau, Mine gadis yang terkenal paling cuek di sekolah mereka, smu Biru. Mine gadis yang tak ingin tau urusan orang lain dan tak mau urusannya dicampuri orang lain. Gadis aneh yang herannya dapat bersekolah bersama mereka di smu Biru. Menurut Anisa, Mine seharusnya bersekolah di smu luar biasa .. khusus anak-anak yang suka akan individualisme. Anisa meninggalkan Mine yang tersenyum sinis menatap punggungnya.

Mine melengos begitu pak Rahman berlari-lari menghampiri kerumunan teman-temannya, disusul pak Roby, pak Gefar dan bu Jessica. Mine mendengus kesal melihat teman-temannya yang menyingkir satu persatu. Kedua murid cowok yang saling tinju itu pun dilerai.

"Apa-apaan kalian ini!!!"

Bentak pak Gefar marah. Suaranya menggelegar sampai-sampai terdengar jelas dari jarak sejauh Mine berdiri menyaksikan. Dan Mine nggak heran begitu melihat Genio dan Denis saling menatap penuh marah dengan baju terkoyak-koyak dan wajah biru lebam. 'Cowok kok kayak banci' batin gadis itu. Pak Rahman memegang lengan Genio, pak Roby dan bu Jessica memegang tangan Denis yang sosoknya memang jauh lebih besar dan tinggi dari Genio.

Kerumunan pun bubar dan Mine melangkahkan kakinya kembali ke kelas. Kelas 3 Bahasa 1, yang menjadi pilihannya setelah melepaskan bangku kelas 2. Duduk diam di meja dan membolak balik buku Sejarah Budaya sambil bergumam kecil. Seakan tak peduli pada kejadian barusan. Teman-temannya kembali ke kelas karena lonceng tanda masa istirahat telah usai. Kelas langsung ramai dengan cerita yang cukup seru. Yang jelas, teman-temannya mendukung Denis, Genio memang pantas mendapat ganjaran atas kata-katanya selama ini yang menyatakan anak Bahasa itu GOBLOK semuanya.

"Uff .. saya pengennya sih Denis meng KO Genio saat pak Rahman belum datang!!"
"Yea, telad dikit!! Rasain deh Genio .. berantem taunya tarik-tarikan baju!"
"Pokoknya jangan sampai Denis di skors .. kita bakal ngamuk."

Teriakan dan celoteh teman-temannya memenuhi kepala Mine. Gadis itu muak. Untuk apa mereka membela Denis atau (mungkin) Genio? Itu urusan mereka yang berkelahi, nggak perlu satu kelas ikut dilibatkan. Hanya mencari susah saja. Mine memperhatikan tingkah teman-temannya satu per satu dan nyeletuk,

"Maaf, saya nggak ikutan membela Denis, ga ada untungnya!"

Kalimat itu meluncur tegas dari bibir Mine, tepat saat Denis masuk ke kelas. Semua terdiam, menatap Mine dengan pandangan yang melecehkan. Teman yang nggak tau tenggang rasa .. berbagi rasa. Mine cuek, kembali membaca buku Sejarah Budaya nya dan mengenal kembali kehidupan masa prasejarah yang dulu pernah dipelajarinya saat kelas 1. Tatapan Denis yang tajam pun nggak dianggapnya. Gadis itu asik dengan dunianya sendiri.

"Maaf tuan putri Mine yang terhormat? Kamu nggak ikutan membela saya? Oh .. thank's God! Karena saya juga nggak butuh dukungan dari siapa pun, apalagi dari gadis sesombong kamu!"

Suara Denis cukup keras. Teman-teman lain memilih kembali ke bangku masing-masing dan duduk dalam diam. Mine nggak menghiraukan ucapan Denis barusan. 'Untuk apa?' begitu batinnya bicara. Bila nggak ada untungnya, untuk apa membalas ucapan Denis? Buang-buang waktu saja. Nggak puas dengan sikap Mine yang anti pati begitu, Denis menghampiri meja Mine dan menggebrak meja itu hingga Mine kaget dan meraba dadanya .. jantungnya serasa copot.

"Kaget? Kenapa nggak kena serangan jantung sekalian trus koit? Dengar ya Tuan putri yang terhormat, saya ulangi .. saya nggak membutuhkan dukungan kamu sampai kapan pun!!"
"Bagus .."
"Bagus .. dan jangan mengomentari apa pun!"
"Saya punya hak untuk mengomentari apa pun, bukan hak kamu untuk melarang selama negara pun nggak melarang."

Mata Denis bagai bara api yang ingin membakar gadis itu hidup-hidup. Baru saja Denis ingin membalas ucapan Mine, bu Karen telah masuk kelas dengan setumpuk kertas dan menenteng tas kerjanya. Denis melirik sinis pada Mine dan menuju bangkunya sendiri. Mine, tenang dan diam menanti pelajaran berikutnya.

"Anak-anak .. tes Sejarah Budaya!"
"Huuuu kemarin ibu nggak bilang kalau hari ini ada tes deh."

Teman-temannya mulai ribut mempermasalahkan tes mendadak ini. Bu karen menarik napas panjang dan tersenyum. Mine menatap bu Karen tanpa kedip dalam posisi duduk yang siap menerima tes dalam bentuk apa pun. Otak Mine memang paling brilian dari teman-teman sekelasnya.

"No comment! Dan tolong diperhatikan, kejadian tadi betul-betul hanya membuat malu sekolah. Denis, ibu harap kamu nggak mengulangi lagi perkelahian tadi. Bisa-bisa kamu di skors!!"
"Saya nggak janji bu."

Jawab Denis menantang.

"Harusnya bisa .. kalau nggak menuruti emosi yang merugikan diri sendiri dan orang lain."

Mine menimpali dengan suara yang cukup keras. Denis menggertakan giginya. Ingin rasanya di menampar Mine saat itu juga! Saski teman sebangku Mine mencolek tangan gadis cuek itu dan berbisik.

"Min .. sudah .. jangan nyeletuk lagi."

Mine melirik Saski dan diam kembali. Bu Karen mulai membagi kertas soal tes Sejarah Budaya dan kembali ke meja guru di depan kelas, memperhatikan anak-anak mengerjakan soal tes tersebut. Sebenarnya bu Karen ingin mengajarkan bab-bab berikutnya dari mata studi yang dipegangnya ini, namun niat mengajarnya batal, dia ingin memberi pelajaran pada kelas ini. Terutama pada Denis yang menurut para guru sok jagoan karena merasa diri paling laki-laki.

Dalam dua puluh menit Mine maju ke depan kelas dan menyerahkan pekerjaannya pada bu Karen. Soal tes itu begitu mudah baginya, setiap hari jawaban dari soal-soal itu dibacanya, dipelajarinya. Nggak heran, Mine selalu menjadi juara kelas. Juara kelas yang congkak di mata teman-teman.

"Sudah selesai Mine? Cepat sekali?"
"Sudah bu, ibu boleh mengetes saya secara lisan kalau nggak percaya."
"Ibu percaya .. kamu boleh duduk kembali dan diam."

Mine menurut. Saat kembali ke bangkunya itu lah matanya bersirobok dengan mata Denis yang tajam tertusuk ke arahnya. Mine menyerngit dan kembali duduk. 'Kenapa harus marah? Kamu memang salah Den ..' batin Mine kembali berbisik. Saya nggak pernah mengenalmu sebagai siswa yang punya niat belajar demi cita-cita. Saya mengenalmu sebagai siswa yang paling sok jagoan dengan menggenjet teman-teman yang lain. Saya nggak pernah mau kamu genjet dengan cara apa pun! We are too different at all.

Dring bel tanda usainya waktu sekolah menjerit-jerit. Teman-temannya menarik napas lega. Bahkan ada yang sedikit kesal karena nggak mampu mengerjakan tes dengan baik. 'Siapa suruh nggak belajar?' kata hati Mine kembali. Gadis itu tersenyum puas dan merapihkan buku-bukunya ke dalam tas. Pulang dan bermain bersama Tide dan mendengar mp3 di kamar adalah waktu terindahnya dalam sehari. Tide pasti telah makan. Sesaat setelah bu Karen keluar kelas, teman-temannya pun ikut keluar, saat itu lah Mine mendapati sosok Denis berdiri di hadapannya. Mine nggak mengindahkannya dan menyingkir melalui bangku Saski, tapi Denis menarik tangannya, kasar.

"Saya masih ada urusan denganmu."
"Saya rasa kita nggak ada urusan apa pun. Seperti katamu, thanks God karena saya nggak ingin melibatkan diri dalam masalahmu."
"Plis deh tuan putri yang congkak .. kamu itu nyebelin tau!"
"Saya tau .. saya sadar, jadi menyingkirlah karena saya ingin pulang."

Kelas menjadi sepi. Teman-temannya tau, Denis masih belum puas atas sikap Mine yang cuek bebek seperti itu. Apa mau dikata? Sikap Mine memang menjengkelkan dan terus melekat erat pada gadis itu sejak kelas 1!! Denis kukuh mencengkeram tangan Mine.

"Sakit, lepaskan."
"Oh .. tuan putri mengerti rasa sakit juga?"
"Semua manusia begitu."
"Lucu sekali tuan putri Mine yang terhomat!! Hahahahaha .. lucu sekali!! Karena tuan putri nggak tau rasanya disakiti!!"
"Saya tau."
"Nggak .. no no no, jangan membantah .. kamu nggak tau, makanya kamu ngga pernah mau tau pada sekelilingmu, karena kamu mati rasa!! Kamu bahkan nggak tau, saya membela kelas ini mati-matian dari pelecehan Genio! Karena saya sakit hati pada kata-katanya!!"
"Itu urusanmu bersama Genio. Kalau nggak mau dibilang goblok, belajar lah, supaya jadi pintar dan nggak dilecehkan, oke? Saya harus pulang!!"

Sekali hentak tangan Mine terhempas ke meja, Denis meninggalkannya sendiri menahan rasa sakit akibat benturan tulang-tulang jarinya dan meja kayu yang keras. Mine meringis sedikit dan segera keluar kelas. Dia ingin pulang ke rumah, bercanda bersama Tide. Melupakan cowok goblok itu, melupakan semua masalah yang datang hari ini. 'Mengapa orang lain begitu sulit mengerti saya?' 'Mengapa kelakuan saya seperti sampah di mata mereka?'

-bersambung-

mercoledì, agosto 18, 2004

Here We Are

"Vi, boleh aku bicara denganmu?" aku menoleh. Ah Marina, tentu saja kamu boleh bicara, bukan kah kita adalah teman meskipun bukan lah sahabat?
"Tentu saja boleh, sebentar yah." segera kubayar makanan yang telah mengisi perutku saat makan siang tadi dan menghampiri Marina yang sedang duduk menanti diriku di sebuah meja kantin yang kosong.

"Hei, ada hal yang penting banget?" tanyaku. Marina menggeleng dan mengajakku duduk berhadapan dengannya. Dalam dua menit, lima menit, sepuluh menit Marina masih terdiam. Come on girl, don't wasting my time. Masih banyak pekerjaan yang belum kuselesaikan. Kepalaku dipenuhi laporan keuangan dengan nominal yang membuat mataku sakit.

"Nggak penting-penting amat sih, tapi aku rasa kamu harus mengetahuinya." wow, aku harus mengetahuinya? Rasa penasaran menyelubungi jiwaku, menuntut Marina melalui tatapan penuh rasa ingin tau.
"Apa itu?" tanyaku to the point. Aku adalah orang yang terkadang tak dapat berbasa-basi. God, kerjaanku masih banyak .. ugg.
"Sudah berapa lama kamu jalan bareng Yuda?" Yuda? Cowokku itu? Sudah berapa lama yah? Lima bulan? Enam barangkali .. hei hei, ada apa ini?

"Menurutmu berapa lama?" yeah, aku balik bertanya dan Marina cukup terkejut dengan pertanyaanku. Duh cewek yang satu ini, sedia payung sebelum hujan dong.
"Lima bulan .." aha! Tepat sekali. Pemerhati 'relationship' rekan sekerja yah?
"Betul, lima bulan lewat beberapa hari kurasa." lanjutku membenarkan. Marina menarik napas panjang dan dapat kulihat jemarinya bergetar. What the hell happen?

"Vi, Yuda itu buaya. Dia playboy. Bajingannya perempuan,.." ya ya ya, apa lagi? Oh aku tau, Yuda adalah perayu kelas wahid, pengoleksi wanita, penghancur harapan perempuan dan apa lagi yah? Terlalu banyak kejelekan seorang Yuda yang sempat teringat dalam otakku saat ini.
"Bukan hal yang baru kan?" dia mengangguk setuju dan melanjutkan kata-katanya. Aku mendengarkan. Seharusnya ada 'sesuatu' yang telah terjadi sehingga Marina mengajakku berbicara serius hanya untuk membahas kebiadaban seorang Yuda.

"Aku adalah kekasih Yuda." aku tertawa. Betul kah? Kekasih Yuda yang tak kuketahui? Menjalin cinta diam-diam? Bila Marina adalah kekasih Yuda, lalu aku apanya? Sedangkan dalam lima bulan terakhir kami merupakan pasangan termesra satu kantor!
"Uhm, really?" aih, masih sempatnya aku mengatakan 'really' untuk pernyataan yang seharusnya membuat hatiku terbakar.

"Dulu .. bukan sekarang." hah! Mau rasanya aku meninggalkan Marina tanpa perlu mendengar ocehan yang tak ada untungnya bagiku. Tapi dia memintaku untuk bicara, jadi kulayani saja.
"Oke, dulu mungkin kalian pacaran .. backstreet dan membuat tak seorang pun tau termasuk aku. Lalu sekarang kalian nggak ada hubungan apa-apa lagi karena Yuda memacari ku. Lalu??" rentetan kata-kata itu terucap dengan pelan tapi pasti. Ya, aku ingin Marina tau bahwa aku sama sekali tak terpengaruh dengan ucapannya.

"Aku hanya ingin mengingatkan kamu Vi. Jauhi Yuda, dia hanya akan membuat perasaanmu melambung terus dihempaskan tak kenal ampun." aku terpana. Seorang mantan pacar menjelek-jelekkan si mantan di hadapan kekasih si mantan? Ah bahasaku kacau dan Marina rasanya lebih kacau dari aku.
"Itu saja?" tanyaku tergesa.
"Bukan hanya itu ... " menggantungkan kalimat adalah kebiasaan yang buruk. Karena orang akan melanjutkan kalimat itu dengan kata-kata yang tak sedap bukan?

"So?" tanyaku lagi.
"Aku masih mencintai Yuda .. hatiku sakit setiap kali melihat kemesraan kalian di kantor. Yuda amat nggak adil padaku. Saat memacariku dia menutupi hubungan kami dan saat bersamamu dia mempertontonkan kemesraan kalian di hadapan semua orang termasuk aku." wow! Cemburu seorang wanita. Lalu Marina ingin aku berbuat apa? Memutusi Yuda dan membiarkan cowokku itu kembali padanya?

"Bila kamu masih mencintainya, mengapa dulu kamu biarkan dia pergi meninggalkanmu?" pertanyaan yang wajar bukan?
"Karena dia nggak mencintaiku lagi Vi .. setelah .. setelah enam tahun!!" what? Enam tahun! Enam tahun bukan lah waktu yang singkat seperti lima bulan bersama Yuda. Enam tahun .. wajar lah bila Marina merasakan kehilangan yang amat sangat dan masih menyimpan cinta yang begitu besar pada Yuda.

"Aku nggak tau hubungan kalian ternyata begitu lama. Hmm .. Marina, pekerjaanku banyak sekali hari ini, aku to the point saja yah? What do you like me to do now? Broke from Yuda and leave him then he can comeback to you?" huahhh .. kata-kata ku .. menohok sekali.
"Bukan itu. Aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya nggak ingin kamu terluka sama seperti yang aku rasakan saat ini." ujar Marina. Aku dapat melihat butiran bening terkumpul di sudut matanya.

"Marina, thanks banget karena kamu telah memperingatkanku. Akan aku camkan baik-baik di dalam hatiku. Sekarang aku kerja lagi yah. Dah .." ku tepuk pipinya lembut dan membiarkan gadis itu mematung di sana. Yeah, aku muak dengan Marina. Gadis itu terlalu mellow menghadapi realita hidup. Bukan lah hal yang baru bila Marina terkenal cengeng dan suka bertele-tele dalam segala hal. Sama halnya dengan leletnya cara dia berpikir dan bertindak. Sedangkan Yuda? Cowokku itu adalah si gesit yang dapat diandalkan untuk semua bidang pekerjaan. Aku mencintai Yuda karena dia mencintaiku. Aku tak mencintai masa lalu nya yang kelam.

Yuda memang cowok playboy yang suka gonta ganti pacar. Tahun-tahun belakangan saja telah beberapa kali Yuda terlibat hubungan asmara dengan rekan sekerja. Hebatnya, pada masa itu Yuda masih menjalin cinta bersama Marina, hal yang baru kuketahui dari pernyataan Marina. What the suck life! Mengapa Marina bertahan? Mengapa pula Yuda bertahan bersama Marina dalam enam tahun yang penuh dengan cinta ke tiga, ke empat atau ke sembilan?

"Hei sweety .. ngelamun! Aku laporkan pak bos loh kalau ngelamun lagi." aha, ini dia my Yuda. Berdiri di hadapanku dengan senyumnya yang memikat dan pesonanya yang penuh karisma. I love you Yud! Seburuk apa pun masa lalu mu. Sebangsat apa pun kamu pernah menghancurkan hati wanita-wanita yang lain.
"Kalau ngelamunin hero kan nggak masalah." dia tertawa. Barisan giginya yang putih terpamerkan diantara sepasang bibir yang penuh. Uhm, I want your lips now Yuda .. ah, ini kantor yah?

"What happen? Sepulang dari kantor cabang bersama bos tadi aku dicegat Marina di depan kantor dan dia bercerita soal pertemuanmu dengannya. Kamu nggak marahi dia kan?" aku ingin tertawa mendengarnya.
"Marahin? Marahin karena kalian ternyata telah enam tahun pacaran selama ini? Tentu saja sebelum kamu memacari aku. Oh, tentu tidak." jawabku pasti. Yuda sedikit terkejut lalu tersenyum lagi.
"That's why I love you Vi .. you're different from them." oh yeah. Aku juga mencintaimu Yud, lebih dari apa pun.

Yuda kembali pada pekerjaannya so do I. Duh ribetnya rumus-rumus pembukuan ini. Setiap akhir bulan aku berkutat dengannya dan aku masih saja dibuat gregetan saking gemasnya dengan keribetannya. Cepat-cepat kuselesaikan pekerjaan yang tersisa agar nanti aku tak terlambat pulang. Lebih dari itu, aku tak ingin Yuda menungguiku menyelesaikan pekerjaan ini. Yeah .. akhirnya selesai juga, aku layak dapat penghargaan. Pembukuan akhir bulan terselesaikan tepat waktu. Save and report now.

"Aku yakin, bukan kamu yang ingin berbicara dengannya namun dia lah yang ingin berbicara denganmu .. am I rite miss Vi?" aku terkikik sendiri. Yuda, all your words make me feel so great!
"Tepat .. hero selalu tepat hehehe." dia mencubit pipiku gemas. Ah, aku inginkan bibirmu, bukan sekedar cubitan sayang di pipiku Yud.
"Dia selalu begitu. Entah kenapa dia nggak dapat melupakan cinta kami yang telah lama terkubur." penjelasan yang tak kuminta.

"Aku tau .. dia yang bercerita padaku .. aku kaget loh hero .. soalnya selama ini hero sama sekali nggak menceritakannya padaku." Yuda tertawa. Hei, be carefull .. kita di jalanan ramai sekarang! Hati-hati mengendarai mobilmu Yud, mobil yang baru saja menjadi milikmu, buah kerja kerasmu selama ini.
"Rasanya sudah saatnya aku membeberkan kisahku bersama Marina tempo-tempo dulu. Boleh?" aku senang mendengarnya. Yuda ingin jujur padaku, jarang-jarang kan seorang playboy mau bicara jujur kan?

"Bicara lah .. apa pun yang akan hero beberkan nggak akan berpengaruh atas cintaku pada hero." ujarku pasti.
"That's why I love you sweety .. kamu beda .. kamu membuatku memiliki perasaan untuk tidak boleh kehilangan dirimu dan cintamu." duh, wajahku pasti lah bersemu merah.
"Sudah lah, sekarang ceritanya." tuntutku. Yuda menarik napas dalam. Aku meliriknya sekilas .. humm macho and gentle. For me, Yuda is everything. My soul, my heart, my love and my hero!

"Enam tahun yang lalu aku pacaran dengan Marina. Cinta yang tak ingin aku publikasikan ke orang-orang karena saat itu, hmm you know lah, aku masih suka gebet sana sini hehehe. Hubungan yang romantic and full of love. Everyday is a love day for me. But when time pass me by,.. minute by menute, day by day, month by month .. I can feel the real thing .. I don't love her at all. I can't love her cuz she's not the woman that I looking for. Marina kelewat cengeng. Kita selalu saja beda pendapat dan bertengkar. Marina pencemburu yang unggul dan selalu mencurigaiku." awal cerita yang bagus.
"Karena hero pantas dicemburui kan? Hero adalah playboy cap kapak, hehehe." aku tertawa diiringi tawa Yuda. Dia mengacak-acak rambutku gemas.

"Yap, you're rite miss Vi. Aku mulai kehilangan selera melihatnya. Empty, I feel nothing when I look at her. I realized, there's no love anymore and our relationship going for nothing!! Dua tahun bersamanya telah membuatku yakin dan pasti untuk memutuskannya. Tapi apa yang terjadi? Marina meraung-raung putus asa dan menjerit penuh nista. Marina nggak ingin aku pergi darinya. Aku kukuh karena aku harus! Aku nggak mau menjadi tempat marah-marah dari cemburu seorang wanita yang nggak lagi membuat hatiku tersentuh! Aku jenuh Vi, bosan bila terus menerus dicemburui tanpa alasan. Bosan dengan pertengkaran demi pertengkaran yang selalu tercetus bila kami bertemu akibat beda mind and view!! Aku ingin berhenti menjadi playboy, untuk itu aku membutuhkan The Woman, the rite woman yang bisa memborgol hatiku." hmmm .. aku mengerti. Bagaimana Marina tak cemburu? Yuda ibarat the most wanted man on our office!

"Lalu apa yang membuatmu bertahan? Sampai-sampai hubungan kalian harus berjalan hingga enam tahun?" tanyaku kembali. Aku begitu bergairah mendengar cerita ini.
"Karena Marina mengatakan bahwa dia mengidap kanker otak .. yang selama dua tahun sama sekali nggak aku ketahui .. dia memohon padaku untuk mengijinkan dia memilikiku hingga Tuhan mengambil nyawa nya." wow, hebat! Ini baru namanya cerita yang seru. Cerita yang paling seru dari semua kisah hidup Yuda.

"Aku manusia, mendengar hal itu membuat hatiku sedikit tersentuh. Oke, aku akan menemani dia tapi tanpa cinta. And you know what? Empat tahun berikutnya aku seperti orang gila yang terus menerus mengikuti kehendaknya. Terus terang, aku kasihan pada sakitnya, cinta untuknya telah lama mati. Dalam empat tahun itu aku mencoba menjalin cinta yang baru dengan beberapa wanita, rekan kerja kita .. kamu pasti tau siapa mereka .. tapi lagi-lagi aku gagal karena Marina mendatangi mereka, menyuguhkan cerita yang sama persis dengan yang kamu dengar tadi siang. Aku pasti akan hal itu. Wanita-wanita itu nggak dapat menerima realita yang ada dan memilih untuk meninggalkanku." huaah .. kejam sekali Marina.

"Pengekangan hak asazi tanpa kemanusiaan!" rutukku tiba-tiba. Yuda tersenyum simpul dan mengacak rambutku kembali.
"Ya, dan yang lebih sadis lagi, ternyata Marina adalah wanita sehat wal afiat tanpa sakit seperti yang dikatakannya padaku. Sayang sekali empat tahunku terbuang percuma demi seorang Marina." what? Ck ck ck, wanita seperti itu apa pantas dicintai? Aku juga wanita, mungkin tak layak aku berpikiran seperti ini, namun sikap dan sifat Marina begitu menjemukan dan menjengkelkan siapa saja yang mendengarnya.

"And then .. when I saw you although not at the first time, I feel something happen in my heart. Kamu begitu berbeda, pintar, supel, humoris dan penuh gairah hidup. Ini adalah wanita yang aku butuhkan untuk melengkapi hidupku. Aku memacarimu." aha .. I love you then Yud!
"Wuihhhhh tersanjung deh aku hihiihi." timpalku.
"Kamu adalah wanita berpikiran dewasa yang nggak peduli pada masa lalu ku sebagai cowok bajingannya wanita dan segudang cerita jelek tentang hobby ku memacari banyak wanita." ya, ku akui, aku terjerat padamu dan tak ingin cinta yang bersemi di dalam hatiku ternodai dengan masa lalu mu.

"Duh hero .. masa lalu mu telah lewat dan nggak ada guna nya lagi diungkit. Bagiku, saat ini adalah merasakan indahnya cinta bersama mu dan meyakinkan hatiku sendiri bahwa hero yang ini adalah hero yang berbeda dari yang pernah wanita-wanita itu kenal. Hero yang ini adalah hero yang memberiku cinta. Dan meskipun hero ingin menggebet wanita lain, aku tak peduli ... yang penting aku bahagia. Itu saja. Bila Marina dapat membuat wanita-wanita itu menjauhi hero dan memutuskan hubungan begitu saja dengan ceritanya, maka aku tidak. Aku sama sekali nggak terpengaruh." ujarku pasti. Yuda tertawa dan mengerem mendadak. Duh, lampu merah lagi!! Pada kesempatan itu Yuda menatapku penuh sayang dan mengecup lembut bibirku. Padahal aku menginginkan lumatan bibirnya .. lebih dari sebuah kecupan. Hei Vi ... ingat, ini di tempat umum!! Yea yea .. aku jadi malu sendiri dengan keinginan yang menggebu-gebu.

"Itu lah sebabnya aku mencintaimu Vi .. sangat! Kamu berbeda dari mereka. Pola pikirmu yang modern dan berlogika membuatku terkagum-kagum. Bila semua yang kuinginkan telah kudapatkan darimu, untuk apa lagi aku mencari yang lain? Hanya membuang waktu ku! Aku tak mau sebagian kecil saja waktu kita terbuang untuk mencari yang lain .. camkan itu baik-baik. Bila dulu aku playboy maka sekarang aku adalah pecinta sejati!!" cieee aku tertawa mendengarnya.
"Ck ck ck .. hebat dong aku?" Yuda mengangguk setuju. Kami menang? Iya! Kami berdua menang!! Bila saat ini kami menang menghindar dari badai, aku berharap besok kami mampu menghalau badai yang lebih besar lagi. Wish me luck!

Mobil Yuda kembali melaju membelah jalanan yang ramai. Aku duduk di sampingnya, mendengarkan tembang lawas dari radio. Yuda, aku mencintaimu, seperti kamu mencintaiku. Aku mencintaimu karena kamu berbeda, seperti kamu mencintaiku karena aku berbeda dari yang lain. Aku wanita yang praktis dalam berpikir, demikian pula dirimu. Aku hidup dalam masa sekarang mu, bukan dalam masa lalu mu. Karena masa lalu yang pahit hanya akan membawa susah hati .. untuk apa memikir kan masa lalu bila aku telah bahagia dengan masa sekarang mu? Yuda .. tak salah aku memanggilmu hero .. you're my soul, my heart, my love and my hero!! Luv you Yud!!

tuteh--

venerdì, agosto 06, 2004

Sketsa Hati {5}

Semua telah terbuka. Tembok tinggi menjulang yang kuciptakan selama ini untuk Rini telah rubuh. Tabir itu menguak dan membeberkan apa saja yang selama ini diselimutinya dengan aman. Seperti pintaku pada Tuhan, Rini dapat menerima semua ini dengan hati lapang. Rini menerimanya dengan ikhlas. Yang perlu kami berdua lakukan sekarang adalah menata kembali hidup ini agar lebih mantap merenda hari yang menanti kami di depan.
Aku tau .. aku tau .. aku tau .. malam dimana dia menelpon. Malam dimana aku tergesa keluar kamar begitu mendengar dering telepon. Namun langkahku terhenti, aku mendengar Rini meneriakkan satu kata .. Papa! Aku membiarkan saja, toh Rini telah tau semua ini, biar saja dia mendengar suara papanya sendiri. Ah, dia selalu saja begitu. Selalu tau dan merasakan sesuatu pasti telah terjadi padaku. Dia selalu datang di saat aku tengah dirundung susah dan sakit. Dia adalah cintaku. Lihat lah, betapa cinta itu begitu indah meskipun tak dapat kurengkuh.

Dan dia pun pasti tau kalau tabir ini telah terkuak. Lihatlah, Rini adalah dirimu! Pada Rini aku menemukan dirimu. Benang merah yang menjadi tali bathin kita begitu kuat. Namun bila Tuhan memang menggariskan semua harus seperti ini, maka biarkanlah nyanyian jiwa dan hembusan cinta ini terus seperti ini. Tanpa pernah terganti dan tak perlu dipaksa. Biarkan semua ini berjalan seperti apa yang telah digariskan Tuhan padaku.

Aku berdiri memandangi senja yang datang dari balik jendela. Kejadian itu telah sebulan lamanya lewat. Aku percaya Rini, seperti aku percaya pada dia. Kututup jendela dan menarik gordyn beludru hijau lalu berganti baju. Adzan maghrib telah berkumandang, memanggil para umat untuk melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT. Rini telah menantiku dengan senyum mengembang. Bersama kami melangkah menuju mushola. Tak lupa setelah itu mampir ke warung sate pak Mamat yang selalu menyuguhkan senyum begitu melihat kami.

Aku Citra Ardiansyah. Ardiansyah pada akhir namaku telah menjadi milikku sejak 14 tahun yang lalu. Dan untuk alasan apa pun, nama itu tak akan pernah ingin aku gantikan dengan yang lain. Seperti cinta yang terpatok mati di dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Lukisan hati .. hanya terbentuk berupa sketsa namun kokohnya tak pernah goyah sampai kapan pun. Sampai Tuhan memberiku takdir yang lain. Terima kasih Tuhan untuk semua ini. Aku bahagia. Bukan kah bahagia adalah kunci hidup? Karena aku bahagia, aku telah memiliki kunci hidupku sendiri, aku masuk ke dalamnya dan menatanya bersama bahagia itu.

Di dalam bahagia yang sendiri, aku masih memiliki Rini, buah cinta aku dan dia. Rini yang selama ini terus kujejali dengan kebohongan demi kebohongan. Tapi toh akhirnya muara kebohongan itu adalah kejujuran yang mau tak mau harus terungkap dengan cara apa pun. Rini dan aku adalah cintanya. Dia adalah cinta kami berdua. Aku bahagia. Sekali lagi .. aku bahagia melihat kebahagiaannya bersama istri pertamanya dan putra-putranya. Aku bahagia.

Bait Cintaku,..

Deras hujan yang turun,..
Mengingatkan ku pada dirimu,..
Aku masih disini untuk setia,..

Selang waktu berganti,..
Aku tak tau engkau dimana,..
Tapi aku mencoba untuk setia,..

Sesaat malam datang,..
Menjemput kesendirianku,..
Dan bila pagi datang,..
Ku tau kau tak disampingku,..
Aku masih di sini untuk setia,..

Selang waktu berganti,..
Aku tak tau engkau dimana,..
Tapi aku mencoba untuk setia,..

Sesaat malam datang,..
Menjemput kesendirianku,..
Dan bila pagi datang,..
Ku tau kau tak disampingku,..
Aku masih di sini untuk setia,..
Aku masih di sini untuk setia,..
Aku masih di sini untuk setia,..

Suara hati Rini::..

Bulan terangi malam diam sribu bahasa::..
Menanti sepercik harapan dalam khayalan::..
Fajar yang berkilau datang membuka hari::..
Sinarmu memberi harapan yang bersahaja::..

Lihatlah warna pada cahaya::..
Menjadi lukisan pagi::..
Bukalah renda agar cahaya::..
Sinari damainya hati kehidupan::..
Sinarmu memberi harapan yang bersahaja::..
Lihatlah warna pada cahaya::..
Menjadi lukisan pagi::..
Bukalah renda agar cahaya::..
Sinari damainya hati kehidupan::..

Cinta dia.....

Rasa cinta yang dulu tlah hilang kini berseri kembali
Tlah kau coba lupakan dirinya hapus cerita lalu
Dan lihatlah dirimu bagai bunga di musim semi
Yang tersenyum menatap indahnya dunia
Yang seiring menyambut jawaban sgala gundahmu

Walau badai menghadang
Ingatlah ku kan slalu setia menjaga mu
Berdua kita lewati jalan berliku tajam

Setiap waktu wajahmu yang lugu slalu bayangi langkahku
Telah lama kunanti dirimu tempat ku kan berlabuh
Cahya hatiku yakin lah kekal abadi selamanya
Seperti bintang yang sinarnya terangi sluruh ruang di jiwa
Membawa kedamaian ...

Walau badai menghadang
Ingatlah ku kan slalu setia menjaga mu
Berdua kita lewati jalan berliku tajam
Resah yang kau rasakan
Kan jadi bagian hidupku bersama mu
Letakkanlah segala lara di pundakku ini

-tuteh@9Julai04^end of the story-