martedì, novembre 29, 2005

Cinta Obin

Namanya Obin. Cowok yang tampangnya jauh dari kesan cakep dengan kacamata setebal pantat botol itu bersekolah di sebuah SMU swasta di kota Ende. Selain tampang yang jauh banget nget dari nilai 8, Obin termasuk dalam kategori, bukan cowok cool, bukan cowok model, bukan cowok seksi apalagi cowok atletis. Cowok dengan rambut kriwil ini justu akan gugup setengah mati bila berhadapan dengan cewek, apalagi cewek yang disukainya.

Nah, bukan rahasia lagi kalau Obin naksir teman SMPnya yang bernama Bulan. Bukan pula suatu kebetulan bila sekarang mereka berdua duduk dikelas yang sama; yaitu di kelas 10/1 SMU mereka. Saat lulus SMP, Obin mendengar Bulan mendaftarkan diri di SMU swasta tersebut, makanya dengan riang gembira meskipun melewati perjuangan yang keras menentang kehendak orangtua, Obin pun bersekolah di SMU yang sama dengan bulan. Seharusnya Obin bersekolah di Sekolah Kelautan, seperti kehendak orangtua.

Obin mempunyai seorang sahabat bernama Jeki; yang pembawaannya sangat jauh berbeda dari Obin. Jeki itu cool banget dengan wajah ganteng berhidung tinggi. Belum lagi hobbynya ber-taekwondo.. benar-benar cowok idola deh. Makanya jangan heran kalau Jeki sering menerima surat kaleng syarat muatan arus listrik cinta dari para pemuja rahasianya. Namun Jeki, bukanlah cowok yang suka memanfaatkan kesempatan. Dengan halus ia menutup diri dari serangan surat kaleng, sms, telepon ataupun coklat gratis. Jeki hanya tidak ingin ada yang kecewa karena ia tidak bisa mencintai cewek semudah membalik telapak tangan. Sebenarnya ada satu cewek yang disukai Jeki, cewek itu adalah Bulan!! Tetapi, demi menjaga perasaan Obin, Jeki tidak pernah jujur tentang perasannya tersebut.

Semuanya berjalan lancar hingga suatu hari Bulan menghampiri meja Obin dan Jeki.
"Jek, saya ada perlu sama kamu. Nanti istirahat pertama saya tunggu di gedung tempat kamu latihan taekwondo." ujar Bulan pada Jeki, tanpa menoleh sebelah mata pun pada Obin. Obin yang dasarnya suka gugup, tidak bisa berbuat banyak. Ia cuma bisa menatap keindahan Bulan.. matanya, hidungnya, pipinya yang memerah.. senyumnya yang memikat... ah, lidah Obin kelu! Bahkan untuk bilang, "Eh Bulan.." ia tidak sanggup!

Setelah Bulan berlalu, baru lah Obin berani buka mulut.
"Jek, sayah.. sayah.." Obin terbata-bata.
"Ya kamu kenapa, Bin?" tanya Jeki yang tidak heran lagi melihat tingkah Obin.
"Sayah cemburuh lhoooo." Obin melunasi kalimatnya.
"Hahahaha. Cemburu kenapa?"
"Kalian kan.. mauh ketemuan.." Obin menundukkan kepalanya.
"Obin, apa pun yang kami bicarakan nanti, pasti saya bocorin ke kamu. Tenang saja man!" hibur Jeki. Sebenarnya Jeki sendiri bingung, apa yang harus ia lakukan. Kalau ternyata Bulan menyukai dirinya, apa yang harus ia katakan pada Obin? Kalau ternyata Bulan tidak membicarakan masalah hati, maka ia tidak akan terlilit dillema antara; Obin, Bulan dan dirinya sendiri.

Pukul 11.45
Obin menghindari ke lapangan basket sedangkan Jeki pergi menemui Bulan di gedung serba guna tempat ia berlatih taekwondo. Gedung serbaguna sering dipakai untuk latihan paduan suara, menari, taekwondo bahkan arisan para guru. Di dalam gedung, Bulan sudah menanti kedatangan Jeki.

"Hai Jek, maaf merepotkanmu." ujar Bulan. Jeki melemparkan senyum maut seorang perayu sandiwara cinta.
"Oh no problem kok, Lan. Bilang saja apa yang kamu inginkan, dengan senang hati saya akan membantu.."
"Ini tentang.."
"Tentang saya kan? Hahahaha.. maaf, narsis nih."
"Ini tentang.."
"Eh Bulan, nanti malam kamu ada acara gak? Kita ke kafe yuk? Ngopi-ngopi gitu deh."
"Ini tentang.."
"Bulan.."
"Jeki.."
"Bulan.. kamu.. kamu.."
"Iya Jek, aku.. aku.."
"Iya? Kamu kenapa Bulan?"
"Aku suka.."
"Iya?? Teruskan, Bulan??"
"Aku suka............OBIN!!"

-GEDUBRAKZ-!!

Dua minggu setelah kejadian di gedung serbaguna; dimana dengan sangat terpaksa Jeki harus menelan pil kekecewaan, Obin dan Bulan nampak asik berdua di perpustakaan kota yang terletak di jalan Diponegoro kota Ende. Suasana sore itu cukup cerah. Obin memakai celana jengki dan kemeja kotak-kotak merah yang sangat norak. Sedangkan Bulan memakai rok jins dan blus putih yang sangat serasi di tubuhnya. Hari Sabtu ini mereka keluar berdua untuk ke-2 kalinya.

"Obinnn.. coba denger deh.. para netters merasa sangat terganggu akan kehadiran hacker ini.. Hacker tuh apaan sin, Bin?" tanya Bulan. Ia mengangkat wajah dari buku panduan Internet yang dibacanya barusan. Di depannya Obin menarik napas satu-satu dengan peluh membasahi kening..
"Hacker itu orang yang suka membongkar email sampai website orang lain di internet." jawab Obin lancar.
"Bin, habis dari sini kita ke MM kafe yuk?" ajak Bulan. Obin mulai menampakkan gejala rabies stadium empat!!
"Eee.. eee... ke sanah ngapain?" tanya Obin bego. Bulan tersenyum simpul.
"Bantuin yang punya kafe.. nyuci piring.. masak.."
"Hehehe.. Bulan.. bi.. bisah ajah.." balas Obin.
Sore itu, setelah pulang dari perpustakaan kota, Obin dan Bulan berjalan kaki menuju kafe MM yang terletak di jalan Banteng.

Ternyata Bulan sendiri pun menyukai Obin. Katanya Obin itu cowok unik yang tidak ada duanya. Selain tampang ngepas dan agak dipaksa, kacamata pantat botol dan rambut kriwil adalah OBIN BANGET. Pacaran sama Obin, Bulan tidak saja bebas dari rasa cemburu karena notabene ia tak punya saingan sama sekali, melainkan juga mendapatkan banyak pengetahuan.. soalnya Obin pinter sih.

Bagi Bulan, pacaran dengan cowok ganteng itu cuma bikin makan hati! Dicemburi banyak cewek, digosipin, dicerca, ditindas, dijelek-jelekin sampai di telpon kemudian dimaki-maki! Pacaran sama cowok ganteng itu susah, karena cowok yang ngerasa ganteng kebanyakan suka memanfaatkan kegantengannya untuk membagi cinta. Bulan tahu kalau Jeki pun suka padanya, namun ia lebih memilih Obin. Karena.. baginya Obin adalah cowok yang tidak ada duanya di dunia ini, yang bisa membuatnya merasa NYAMAN dalam pacaran tanpa harus dikejar perasaan resah, gelisah, gundah, takut, cemburu sampai marah.

Dan alasan siang itu Bulan justru mengajak Jeki ketemuan, karena Bulan ingin Jeki yang ngasih tahu ke Obin kalau dia menyukai cowok berambut kriwil itu.. Bulan merasa, ia harus memulai, karena kalau ia terus menunggu, Obin gak akan pernah bisa memulai!!

Sementara itu, jauh dari kafe MM, di rumah Jeki. Cowok ini sedang asik menerima telepon dari seorang pemuja rahasianya. Sudah nyaris 3 jam mereka ngobrol di telepon! Papa dan mama Jeki sampai keki dibuatnya.

Yah, begitulah kisah cinta Obin ;)
Akhirnya ia mendapatkan apa yang dikejarnya dari SMP.. yaitu cinta Bulan.

Nov 2005

mercoledì, novembre 23, 2005

Dibawah Jendela

Mara duduk di bawah jendela kamarnya. Gadis usia 17 tahun ini bengong menatap rinai hujan yang belum berhenti juga sejak siang tadi saat ia pulang sekolah. Rintik hujan berubah menjadi hujan deras, kemudian kembali melemah dan berubah menjadi rintik kembali. Seperti itu terus menerus selama hampir 2 jam!

Di saat seperti ini, pikiran Mara langsung meloncati peristiwa demi peristiwa, dari saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Saat dimana ia masih merenda kasih bersama Ario.

Ketika duduk di kelas 1 SMU, Mara sudah tahu kalau Ario menyukainya. Hal tersebut ditunjukkan Ario dengan perhatian-perhatian kecil cowok ganteng itu. Mulai dari pertanyaan "Pulangnya sama siapa, Ra?" atau "Nanti malam aku telpon ke rumah boleh ya?"

Mara dan Ario memang sekelas, dan hal tersebut seakan menjadi gerbang yang memberikan kesempatan pada Ario untuk lebih mendekatkan diri pada Mara. Walhasil, setelah 6 bulan mereka sekelas, Ario pun berani menyatakan perasaan sukanya pada Mara. Mara yang memang menyukai Ario pun menerima uluran cinta yang menanti sambutan cintanya itu.

Naik ke kelas 2, Mara dan Ario tidak sekelas dikarenakan mereka memilih jurusan yang berbeda. Mara memilih IPS sedangkan Ario memilih IPA. Namun cinta mereka kian lengket. Tiada hari tanpa pulang bareng, ke perpustakaan bareng, nyari kaset favorit bareng atau sekedar kongkow di kafe.. mereka menikmati indahnya jalinan cinta yang kian bersemi.

Ketika Mara merayakan ulangtahunnya yang ke-17 pada dua bulan yang lalu, ia mengundang semua teman-temannya, baik yagn sekelas atau yang tidak sekelas lagi. Acara malam itu cukup ramai meskipun di luar rumah, hujan turun dengan derasnya. Pukul 10 malam, pesta pun bubar. Sebelum pulang, Ario menarik Mara ke sudut teras dan melingkarkan tangannya ke leher cewek tercinta itu. Kaki mereka mulai basah terkena cipratan air hujan...

"Apa ini?" tanya Mara di malam itu.
"Ini bukti cintaku padamu, Ra. Cinta yang tiada ujung.. cinta kita akan seperti kalung ini, gak ada ujungnya, selalu bertemu dan bersatu. I love you, Ra." bisik Ario di kuping Mara.
"Love you too.." balas Mara...

Pukul 10 lebih 15 menit, Ario nekat pulang ke rumah mengendarai motornya. Sementara itu, Mara langsung ke kamar karena kak Ipeh si pembantu rumah tidak mengijinkan ia ikut membereskan rumah.

Pukul 11 malam, Mara menerima telepon dari Fikri, adik si Ario. Dan semuanya menjadi gelap.

Mara mengusap air mata yang menetes di pipi. Dia masih duduk di bawah jendela kamar, menatap bengong hujan yang turun di luar sana. Setiap kali hujan turun, sadar atau tidak, Mara akan duduk di bawah jendela, menatap kosong ke luar sana.. membiarkan pikirannya meloncati peristiwa demi peristiwa yang ia alami.

Dua bulan yang lalu, di malam pesta ulang tahunnya yang ke-17, ia ditinggalkan Ario untuk selamanya. Ario yang tidak memakai helem dalam perjalanan pulang ke rumah mengendarai Kawasaki Ninjanya, mejadi kabur penglihatannya.. dan dalam keadaan ngebut, Ario tak bisa lagi menghindari bongkahan batu yang diletakkan nyaris di tengah jalan, yang tertutupi oleh genangan air hujan; entah oleh siapa.. tujuan batu tersebut diletakkan disitu adalah agar para pengendara tidak menambah kecepatan ketika melewati genangan air.. namun sayang, yang terjadi justru sangat fatal.. hilangnya nyawa seorang Ario...

Mara kembali mengusap air mata. Ia mengelus kalung pemberian Ario.. lalu ia bergumam, "Rio, seandainya malam itu bukan malam nahasmu, maka cinta kita akan tetap seperti kalung ini, tiada ujung.. cinta kita adalah cinta yang tiada ujungnya. Tapi sekarang, ijinkan aku melepaskan kalung ini. Dia akan menjadi sejarah dalam hidupku..."

6 November 2005

venerdì, novembre 18, 2005

Aku Tahu, Kau Bukan Untukku

Aku tahu, kau bukan untukku. Mungkin sejak buyut Adam dan Hawa turun ke bumi, semua cerita tentang kita yang akan bergulir memang harus berakhir pada kehampaan. Ya, karena kau memang bukan untukku.

Kau, adalah pria yang kurasa paling tepat mengisi kekosongan jiwa. Memberi semangat baru yang membangkitkan rasa aneh, debar di dada.. cinta. Kau memang bukan pria pertama yang menyentuh jiwaku dengan cinta, namun jejak yang kau tinggalkan sesudahnya, tertanam kuat di jiwa.. aku mencintaimu! Aku mencintaimu lebih dari cinta yang pernah menyapa hati.

Dari dirimu, aku melewati proses pembelajaran tentang diri, hidup dan cinta. Kau pula yang mengajarkanku untuk membedakan cinta, sayang dan suka. Tiga hal itu mempunyai perbedaan yang sangat tipis, yang terkadang manusia tak bisa memilah-milahkannya. Dan bersama dirimu, aku sadari aku merasakan cinta yang dahsyat. Cinta yang akhirnya membuatku menyadari bahwa aku tidak mencintai dia, aku cuma menyukainya.. ah.. aku tetap mencintaimu.

Kau, priaku. Tapi kau bukan untukku. Karena telah ada wanita lain yang lebih pantas dan berhak memilikimu seutuhnya. Lalu siapa aku? Mungkin diriku hanya seonggok sampah yang berharap dikais untuk dijadikan barang berguna. Naifkah diriku? Ah.. yang kutahu aku mencintaimu, mencintai pria yang bukan untukku.

Kau, tetaplah bersinar. Tetaplah menjadi matahariku. Yang senantiasa menyinari hari-hari sepi tanpamu. Kekosongan ini, adalah kekosongan tanpa dirimu, namun dengan sinarmu yang meskipun dari jauh, aku tetap terhangatkan oleh kasih sayang dan cintamu.

Ah, pada akhir dari perjalanan ini aku tahu, kau memang bukan untukku.

6 nov 05