mercoledì, giugno 16, 2004

It's Me

^_^

martedì, giugno 08, 2004

Kopda

"Ketemuan."
"Hah? Ketemuan?"
"Rite."
"Sama siapa?"
"Yonas."
"Gebetan elu di irc itu?"
"Rite."
"Yonas yang pic nya cakep itu?"
"Rite again."
"Yang sebulan ini meng sms elu hampir setiap hari?"
"Hu`uh."
"Oh Pipi!! Selamat!"
"Ah elu Mi, selamat untuk apa sih?"
"Selamat untuk kalian berdua."
"Hei hei, gue dan Yonas bukan apa-apa."
"Hmm .. tapi akan ada apa-apa setelah kopda."
"Yakin banget lu?"
"Yakin!"
"Bleh."
"Karena, kali ini gue ngga akan tinggal diam!!"
"Maksut lu?"
"Well, Pipi yang manis. Masih ingat kah siapa dirimu?"
"Gue masih waras tau!"
"Oke, bukan hanya masih waras hehehe."
"Ugh."
"Elu itu, sahabat gue sejak smp."
"Basi ah."
"Elu itu sahabat smu gue."
"Basi kuadrat."
"Elu itu sahabat kuliah gue."
"Ami!! Stop it stupid girl!"
"Wait, gue belum selesei. Elu itu super cuek dan tomboy."
"Stop it or .."
"Or what? Tunggu dulu dong."
"Awas lu."
"Elu itu Pi, saking cuek dan tomboynya sampai ga sadar .."
"Gue sadar Mi .. see, gue masih idup!"
"Hihih, bukan itu maksut gue."
"So?"
"Elu ga sadar, bahwa dengan kecuekan dan ketomboyan tersebut, cowok-cowok menjadi takut ngedeketin. Cowok-cowok brasa ngeri dekat-dekat elu. Masih ingat kah, setahun lalu si Frangky, teman chat elu itu?"
"Yeah, si banci."
"Oh no, dia bukan banci Pi. Tapi dia cowok normal!"
"Normal apa nya? Jelas-jelas dia banci! Begitu lihat gue, dia langsung ngibrit entah ke mana dan putus kontak sampai detik ini."
"Justru itulah, dia normal. Coba bayangkan .."
"Oke gue bayangkan .. bayangkan apa dulu?"
"Jangan becanda! Gue serius tau! Bayangkan saja, mana ada cowok yang mau kopda sama cewek yang penampilannya ngasal banget di sebuah resto kelas atas?!!"
"Frangky terlalu berlebihan menilai gue."
"Engga lah Pi."
"Hmm .. so?"
"Frangky, anggap saja kisah lalu yang menjadi pahit karena gue ngga turun tangan. Tapi kali ini gue akan turun tangan!"
"Maksut elu?"
"Kita akan menampilkan sosok Pipi, yang manis, lembut, memakai gaun dan amat cantik! Bukan Pipi yang asal dengan jeans belel dan kaos oblong atau kemeja cowok! Bukan Pipi yang memakai kanvas, melainkan selop!"
"Hah?! Gila lu Mi!"
"Gue ngga gila. Elu yang gila kalau menolak campur tangan gue."
"Gue ngga mau."
"Harus mau. Kalau elu masih nganggap gue sahabat, elu harus mau."
"Jangan bawa-bawa persahabatan dalam hal ini."
"Harus!"
"Mi?!"
"Harus! No komen. By the way, kapan kalian akan ketemuan?"
"Rabu besok. Sore, di Frusto."
"Frusto? Tempat apa itu?"
"Kata Yonas sih cafe anak muda gitu deh."
"Cool .."
"Kok?"
"Oke Pipi sayang. Rabu, artinya dua hari lagi. Artinya, Rabu siang gue tunggu elu di kamar gue. Ngga ada komentar .."
"Tapi Mi ... Yonas itu ... gue .."
"Psst .. eits .. ga ada komentar .. gue budek!"
"Mi?"
"Gue cabut dulu, janjian sama nyokap, biasa .. ke salon langganannya."
"Oke, ati-ati yah."

Itu, sepotong percakapan Pipi dan Ami. Dua sahabat dekat. Persahabatan mereka terjalin sejak lama. Sejak sama-sama masih memakai seragam putih biru. Keduanya lantas sama-sama terdaftar pada smu yang sama, kelas yang sama bahkan jurusan yang sama pada kelas tiga! Lulus smu, kaki keduanya seperti terikat erat! Mereka memilih universitas yang sama, ngambil hukum dan jumlah sks pun sama!

Pipi yang cuek dan tomboy. Kontras bersahabat dengan Ami yang feminin dan jago dandan. Pipi yang selalu dijauhi cowok, kontras dengan Ami yang menjadi pujaan para cowok. Pipi yang selalu memakai jeans belel, kontras dengan Ami yang selalu memakai rok. Pipi yang berambut cepak, kontras dengan Ami yang berambut panjang berkilau. Pipi yang wajahnya sepi dari make up, kontras dengan wajah Ami yang 'tiada hari tanpa make up'. Pipi yang demen banget sama F1, kontras dengan Ami yang demen sama F4. Kali ini Ami bertekat, sahabatnya itu harus mendapatkan si Yonas. Ngga peduli si Yonas hanya teman chat Pipi sebulan belakangan ini.

Mungkin Yonas, cowok kedua setelah Frangky, adalah cowok yang pernah begitu dekatnya dengan Pipi meskipun hanya lewat ruang chat dan sms. Ami ngga peduli. Ami ingin Yonas terkesima pada sahabatnya dan ngga tahan untuk menolak jatuh cinta. Toh mereka telah dekat lewat kata-kata. Sekarang saatnya menvisualisasikan cewek idaman bayangan Yonas ke dalam sosok Pipi. Pipi harus dirombak habis-habisan, begitu Ami bertekat.

Pipi sendiri sebenarnya enggan merubah imagenya dari cewek cuek dan tomboy menjadi begitu feminin. Untuk apa? Toh suatu hari nanti Yonas akan tau bagaimana Pipi yang sebenarnya. Pipi kan ngga mungkin memakai rok setiap hari setelah mereka kopda? Bukannya Pipi ngga butuh cowok, tapi Pipi ngga mau cowok yang mencintainya karena penampilan saja, lebih dari itu, dia butuh cowok yang mau mengerti keadaannya. Dia ga bisa feminis! Meskipun, seperti apa yang dibilang Ami, mana ada sih cowok yang mau dekat-dekat cewek tomboy dan cuek seperti dirinya? Well, pasti ada, cuma mereka ngga tau dimana cowok seperti itu bersembunyi.

Dan siang ini, Pipi ga bisa lepas lagi dari Ami. Pukul satu siang Pipi sudah duduk manis di kamar Ami yang bernuansa pink. Rapih, penuh bunga dan amat kental rasa wanita disitu. Beda dengan kamar Pipi yang berantakan dan penuh poster ferrari dan si Shumacher kesayangannya. Sebelumnya Ami telah memilih begitu banyak blouse dan rok yang sekiranya pantas dipadu padankan dengan warna kulit Pipi yang kecoklatan. Di ranjang besi itu, Pipi masih melihat beberapa gaun tergeletak pasrah. Melihat model gaun-gaun itu, perut Pipi seperti diputarbalikkan ngga menentu.

"Oke class .."
"Huhuhu."
"Oke, kita mulai. Elu udah sms si Yonas?"
"Udah."
"Apa katanya?"
"Dia sedikit heran aja sih, ngga jemput gue di rumah, tapi disini."
"Never mind. Leave it. Oke, sudah menetukan pilihan?"
"What? Pilihan apa? Presiden?"
"Begggooooo, itu ada gaun, ada blouse dan rok, ada cardigan dan tanktop. Elu mau pake yang mana?"
"Actually, gue bingung."
"Ga heran sih. Ya udah, gue yang pilih yah?!"
"Jangan yang ribet!"
"Ngga lah. Karena Yonas memilih cafe anak muda, rasanya cukup pantas kalau elu memakai rok jeans panjang ini, dipadu sama tanktop putih dan cardigan biru. Hmm tinggal rambut elu di kasih bando trus wajah elu gue sulap sedikit."
"Mi, please .."
"Diam! Jangan banyak komentar!!"
"Apa itu?"
"Alas bedak, diam napa sih? Jangan bergerak."
"Mi, kan tadi udah bedaknya."
"Tadi kan bedak tabur, sekarang bedak padat, biar riasan ngga lekas luntur. Hmm alisnya gue rapihkan dikit, pinsil alis itam aja, elu ga cocok yang coklat."
"Udah?"
"Belum! Diam!"
"Miiiii ga usah lipstick yah?"
"What? Ini cocok .. rada pink. Jadi kesan cewek feminin itu pasti ada biar pun rok yang elu pake itu rok jeans!"
"Mi .. aduh, wajah gue kok berat .."
"Belum biasa, nanti juga terbiasa."
"Miiiiiiiiiii"
"Apa seh!!!! Tinggal rambut dikasih bando trus elu ganti baju."
"Miiiiii!!!"
"Elu mau diam ga sih?"
"Hp gue bunyi."
"Oh! Sorry .. nih tangkep."
"Sms dari Yonas."
"Sip, cepet dibaca dulu! Siapa tau di berubah pikiran ngajak elu ke resto mewah romantis! Jadi elu masih punya waktu buat memilih gaun!"
"Sepuluh menit lagi dia sampai."
"What? Cepat cepat .. lepasin itu jeans .. ya ampun Pi .."
"Jangan komentar, short ini harus gue pake!"
"Oke oke .. cepet ini tanktopnya .. cardigan!! Jangan lupa parfum!! Itu, cari parfum gue yang aromanya orchid itu!!"
"Iya iyaa .. duh .. yang rada maskulin dikit .."
"Ga ada! Cepet! Disini ga ada koleksi axe elu!!"
"Iya ini juga udah cepet."
"Eitsssssss jangan lupa."
"Lupa? Semuanya udah kan? Sesuai kehendak elu kan? Bedak udah, lipstick udah, rambut udah dibando, apa lagi?"
"Selop! Eits, jangan selop .. hmm ini aja, sepatu tali ini saja."
"Ami! Itu tujuh senti!"
"Kenapa dengan tujuh senti?"
"Ketinggian."
"Ah elu Pi. Berada di ketinggian aja ngga takut, masa make sepatu yang hak nya tujuh senti takut? Banci ah."
"Ya deh, terserah elu."
"Tradaaa ... sukses!!"
"Eh hp gue .."
"Jangan lupa tas tangannya Pi. Inget, jalannya jangan grasa grusu kayak preman. Yang lembut, kalau perlu jalannya pelan aja .."
"Mi .."
"Ya yah?? Si Yonas epon?"
"Rite."
"Trus?"
"Dia udah di depan rumah elu."
"Horeee .. ayok keluar cepet!!! Inget jalannya."
"Iya iyaa, bawel!!"
"Demi kebaikan elu .."
"Ati ati Pi .."
"Iya .. duh susahnya sepatu ini!!!"
"Pi .."
"Yaa."
"Pi!!"
"Ya, entar, gue udah lihat kok orangnya di pic, emang cakep, tapi gue mesti liat bawah terus nih, biar ngga terantuk tauk!"
"Pi .. "
"?????"
"?????"
"Hai Pi!" suara Yonas. Berat dan ramah.
"Pipiiiiiiiiiiiii!!!! Dia naik harley!!!!!!!!!!!" Ami histeris.

Pipi ngakak lebar. Ami bengong. Apa gunanya usaha dia sekian jam tadi bila si Yonas tunggangannya harley? Bukan mobil, bukan taxi, bukan pula bajaj. Ami mengigit bibir, sedikit kecewa. Pipi masih ngakak, lupa kalau gaya ngakaknya amat ngga cocok sama penampilannya. Yonas, yang ngga tau apa-apa ikutan Pipi ngakak. Yonas tertawa dengan alasannya sendiri. Ami masih diam, ngga percaya pada pandangan di depannya ini. Oh God!!

"Rada beda dari pic nya yah Pi?" ujar Yonas tanpa turun dari harley. Pipi masih terus menghabiskan sisa tawa, perpegangan pada kusen pintu, takut jatuh.
"Kenapa? Lebih cantik kan?" Ami seperti mendapat angin segar.
"Oh bukan .." bantah Yonas.
"Lalu?"
"Pipi jadi kayak banci!!" dan tawa Pipi pun tambah meledak. Ami manyun.
"Sorry. I didn't meant .." Wajah Yonas tampak bersalah.
"Ga pa pa Nas." Sambar Pipi cepat.
"Iya, ga pa paaaaaaaaa." Sambung Ami dengan tampang cemberut.
"Maksut gue, gue ngga menyangka bakal menemui Pipi yang seperti ini." Ujar Yonas cepat. Ami bengong.
"Mending elu turun dulu deh Nas, duduk dulu." Saran Ami. Yonas pun menurut. Pipi hati-hati melangkah menuju kursi di teras rumah Ami. Yonas duduk bersila di lantai. Gila, Yonas ternyata setali tiga uang sama Pipi, bisik hati Ami. Anaknya cuek berat dengan jeans belel, kaos oblong dan kemeja cowoknya. Lain dari itu, Yonas memang cakep. Ami duduk di samping Pipi.

"Nas, semua ini hasil karya Ami loh." Seru Pipi cuek. Ami menginjak kaki sahabatnya itu.
"Oh yah?"
"Hu`uh, biar gue terlihat lebih feminin di hadapan temen cowok dari irc!!" sembur Pipi dengan tampang rada meringis. Kakinya sakit diinjak Ami.
"Hahahahaha .. kenapa harus begitu?"
"Loh! Kan emang harus begitu Nas! Biar elu ga perlu menolak untuk jatuh cinta pada Pipi! Para cowok pada umumnya .." kata-kata Ami yang spontan itu membuat Yonas bengong. Pipi memerah wajah. Duh.
"Ngga semua cowok begitu kan? Lagian gue udah jatuh cinta kok!!" jawab Yonas jujur.
"Iya sih .. Pipi sendiri udah bilang begitu .." Ami meragukan kepercayaan dirinya pada ucapannya sendiri. So what?

"Denger yah. Sejak awal gue kenal Pipi di irc dan kita saling tukar pic, gue udah cinta mati sama dia! Penampilannya yang tomboy dan terkesan cuek di pic itu membuat gue ga mau melepaskan dia begitu saja." Yonas bicara.
"Enak aja, emang gue hewan ternak?!" Pipi membantah.
"Jatuh cinta yah?!" Ami semakin bengong.
"Hihihi, kata-kata Pipi di ruang chat, cocok sama pic yang diberinya." Lanjut Yonas lagi. Pipi tersenyum dikulum. Ami serius mendengarkan.
"Gue yakin, ini lah cewek yang gue cari selama ini. Apa adanya dalam bertutur, terbuka dan tomboy!" Ami mau pingsan rasanya. Semua argumennya mental oleh ucapan Yonas barusan.
"Makanya, karena itu lah gue lantas memilih naik harley menjemput Pipi. Bukan mobil." Pipi kali ini tertawa semakin keras.
"Pi, plis deh. Elu menang .. elu menanggggg." Jerit Ami sambil memukul pundak sahabatnya itu.
"Jadi tadi, gue ketawa, rasanya lucu gitu loh ngeliat Pipi tertatih-tatih berjalan dengan sepatu ber hak tinggi. Kan katanya suka pake sepatu kanvas, suka pake celana jeans, suka kemeja cowok .. jadi gue udah yakin banget, Pipi ini pasti satu selera sama gue. Dan bagi gue, sebulan rasanya lebih dari cukup buat kopda, makanya gue tadi yakin banget milih harley. Eh ga taunya .." Yonas menatap Pipi yang masih tersenyum.

"Udah udah .. oke, kalian berdua silahkan melanjutkan kopda ini! Yang jelas, gue hanya mau denger berita baiknya saja Pi. Oke? Yang jelas gue udah berusaha." Ami menarik napas lega.
"Iya iya, biar bagaimanapun, gue thanks berat ke elu Mi. Elu itu care banget sama gue. Elu baik banget .. meskipun usaha elu kali ini sedikit gagal, tapi gue akan tetap mengenangnya seumur hidup!" tambah Pipi.
"Oke, itu lah Pipi yang gue kenal." Yonas menimpali.
"Nah, gue ganti baju dulu yah." Pipi melepas sepatu milik Ami.
"Loh? Kok ganti baju Pi? Baju yang mana?!" tanya Ami.
"Baju yang tadi."
"Kaos jelek dan cenala jeans itu?"
"Rite."
"Tapi PI .."
"Udah .. ga pa pa. Masa sih gue naik harley pake rok? Ga lucu ah. Sekalian gue mau hilangkan make up ini, uhhh berat rasanya wajah gue.!"
"Hmm ya udah .. sepatu elu di kolong lemari gue."
"Oke sist!"
"Sast sist .. gundul ah! Gue gagal!!"
"Hihihi."

Sore itu Pipi dan Yonas pamit dari rumah Ami. Yonas dengan penampilannya yang cuek, cocok dengan penampilan Pipi yang ga kalah cuek. Kaos oblong, celana jeans dan sepatu kanvas! Tak lupa ransel biru navy nya melekat di pundak. Harley gede itu pun brem brem ngilang dari pandangan Ami. Ami menarik napas lega. Ah akhirnya. Ternyata Yonas telah mencintai Pipi sejak mereka tukaran pic. Ternyata ada juga cowok yang ngga menilai cewek dari penampilan. Buktinya, Yonas adalah cowok yang keluar dari persembunyiannya, yang dicari Pipi selama ini. Ami tersenyum ikut bahagia.

"Pi .."
"Hmm."
"Pi, pulang jam berapa?"
"Sembilan."
"Wa, ngapain aja sih?"
"Mesra-mesraan."
"Sirik deh gue!! Pi!! Buka mata dong! Merem mulu nih anak!"
"Masih ngantuk!"
"Loh, katanya pulang jam sembilan."
"Efeknya Mi .. gue baru bisa merem jam empat subuh!"
"Ah sebodo! Gue mau denger ceritanya!"
"Ngantuk!!"
"Pi!! Jam tujuh neh! Bangun bangun!!"
"Jam tujuh elu ke kamar gue hanya buat denger cerita?"
"Iya lah. Ini hal ajaib!"
"Ajaib apanya?"
"Elu dideketin dan dicintai cowok karena apa adanya elu."
"Wajar lah .. "
"Loh kok."
"Elu di deketin dan dicintai cowok juga karena apa adanya elu Mi."
"Maksutnya?"
"Bego."
"Biyarrrr!! Dooohhh bangun napeh?!!"
"Bawel ah! Iya iya gue bangun!!"
"Nah, trus?"
"Ya itu tadi, standart cowok kan beda-beda Mi."
"Hmmm iya sih .. "
"Makanya ..."
"Iya sihhhhhh makanya gue gatot!"
"Salah sendiri."
"Nah yahhh kalau udah gini gue disalahin."
"Huehue, maksut gue, elu tuh ga mau denger opini gue, apa kata gue, langsung main paksa, no komen lah, demi persahabatan lah hihihi."
"Kan semua demi elu Pi."
"Iya, thanks banget."
"Sama-sama lah."
"Kalau bukan karena kejadian kemarin pun, rasanya gue dan Yonas ga bakal sehangat itu .. "
"Ouw!!!!!"
"Dudutz! Maksut gue, kita pasti kaku .. "
"Hmmm??"
"Iya kaku .. pasti canggung."
"Betul! Dengan kejadian kemaren, timbul hal lucu dan kalian berdua malah ketawa bebas, ngetawain gue!"
"Hihihi .. iya, kita jadi kayak dua teman lama yang baru ketemuan!!"
"Jadi sukses nih?"
"Rite, very succes!"
"Makan-makan dong kita."
"Boleh, ke Frusto aja yuk? Suasananya asik, ada live band lagi."
"Wah .. asik dong .. yuk yuk, mandi gih!"
"Oke .."
"Sip."
"Mi .."
"Hmm."
"Ami!!"
"Iya iya! Apa seh? Gue belum budeg tau! Ngomong aja!"
"Thanks yah!"
"Never mind. We're sister, and there's no thanks between us!"
"Oke .."
"Pi .."
"Apa, gue ga jadi mandi kalau gini caranya."
"Hehehe .. Pi .. Selamat yah. This is happy ending from your cyber world!"
"Rite .. happy ending. Gue sendiri ga nyangka."
"Ga nyangka apa?"
"Ga nyangka kalau akan secepat ini cinta itu bersemi."
"Yeaaahh kopda kopda!!!"
"Hihihi kopda!"
"Udeh sono mandi!!!!!!! Gue ngga tahan pengen ke Frusto!"
"Oke, jadi gue mandi nih?"
"Lu tu yeee!!!"
"La la la .. kopda .. kopda .." senandung Pipi trus ke kamar mandi.

lunedì, giugno 07, 2004

Taruhan

Dua minggu ini aku bersikap menjauhi Reni. Aku seperti makhluk paranoid begitu melihat sosoknya, dimanapun dan kapanpun! Oh, bukan karena Reni itu cewek super jelek yang paling dihindari cowok-cowok satu sekolah. Bukan juga karena Reni mengidap penyakit menular, catatan : yang sakit itu kan aku hehehe. Tapi karena satu hal yang membuat aku malu tanpa syarat! (ternyata, masih punya malu juga aku ini, hehehe). Aku betul-betul terpukul setelah pertemuanku dengannya dua minggu yang lalu itu. Aku sungguh menyesal, kenapa jadi ikut taruhan bersama Jodi dan Anwar? Ah aku, makhluk tolol yang tak pernah pakai otak untuk berpikir! Selalu dengkul yang aku gunakan untuk berpikir. Dan hasilnya? Aku menjadi paranoid begitu melihat sosok Reni!! By the way, memangnya dengkul bisa dipakai untuk berpikir?! Sutralah .. aku ini kok, hehehe.

Kejadian sebulan yang lalu di rumah Jodi.
"Tiga juta." Ujar Jodi.
"Tiga juta?!" semprotku berapi-api. Tiga juta man! Aku yang kehausan duit ini pun, menjadi gelap mata!
"Kecilll. Tabungaku masih banyak!!" balas Jodi.
"Kamu sendiri ikutan juga Jod?" tanya Anwar.
"Ikut dong .. kalau aku kalah, duitnya akan kuserahkan pada salah satu dari kalian yang bisa mendapatkan murid baru itu."
"Segala cara bisa ditempuh kan?" tanyaku lugu.
"Bisa. Asal, kalian tidak membocorkan masalah taruhan ini ke dia."
"Ya jelas tidak mungkin lah Jod. Itu sama saja bunuh diri!"
"Oke. Kalau begitu semuanya beres. Dalam waktu satu bulan sudah harus ada hasilnya. Siapa pun dari kita bertiga yang berhasil menjadi pacar Reni, dia lah yang berhak mendapatkan tiga juta itu."
"Akurr." jawabku dan Anwar bebarengan.
"Sip kalau gitu."

Reni adalah murid baru di sekolahku. Murid baru yang pindah ke sekolahku dua bulan lalu itu memang patut dapat empat jempol. Anaknya cantik, putih, berambut panjang dan senyumnya memikat. Hati setiap cowok pasti langsung rontok begitu dikasih senyum sama Reni. Bersyukurlah, Reni sekelas denganku. Duduk di bangku kedua deretan tiga dari pintu. Aku sendiri duduk di bangku paling belakang deretan terakhir dari pintu dengan teman semeja bernama Anwar. Anak Irian yang lugunya ampun-ampunan deh.

Tak dapat dipungkiri lagi, aku langsung jatuh hati sama makhluk yang bernama Reni ini. Meskipun setelahnya, aku lantas diketawain habis-habisan sama Anwar. Something wrong heh? Menyukai cewek cantik itu kan wajar dan normal. Kalau aku sampai jatuh cinta sama Anwar, itu baru namanya tidak normal. Dasar Anwar, ternyata dia pun menyukai Reni. Well, kita berdua dapat saingan berat, Jodi. Jodi bukan teman sekelas kita, tapi dia teman club basket sekolah. Anaknya ganteng dan hampir membuatku jatuh cinta!! Ah aku, jadi malu bilang itu huehuehue. Oke, intinya kami bertiga adalah cowok-cowok haus cinta yang terlihat akrab namun bersaing dalam urusan mendapatkan Reni.

Menurut aku pribadi sih, Reni lebih respek ke aku. Dan Anwar pernah menyiramiku dengan kuah bakso begitu hal tersebut ku katakan padanya. Ck ck ck, dasar cowok tidak tau diri! Begitulah umpatan yang mengikuti semangkuk kuah bakso di kaos olah ragaku. Loh, kenyataannya kan begitu? Reni lebih suka pulang sekolah bersama denganku, yaitu naik angkot. Tak pernah dia mau bila diajak Anwar naik tiger 2000 milik cowok Irian itu atau Kuda milik Jodi. Reni lebih suka memintaku untuk menemaninya ke perpustakaan dari pada Anwar. Jodi apalagi, Reni hampir tak pernah mau melirik cowok tajir itu.

Tentu saja aku merasa amat beruntung. Sebenarnya, aku bisa mendekati Reni tanpa embel-embel taruhan duit tiga juta itu. Tapi aku kan manusia, wajar dong mataku menjadi lebih hijau dari kacang hijau ketika Jodi menawarkan taruhan itu pada kami, aku dan Anwar. Apa salahnya untuk mencoba? Toh kalau Reni mau kuajak pacaran, bukan hanya cintaku yang bersambut, duit tiga juta itu pun menjadi milikku tanpa syarat! Bayangkan, hari gini aku masih bisa mendapatkan duit tiga juta tanpa harus bersusah payah membanting tulang! Catatan : aku hanya bisa banting tulang, ngga bisa banting daging, tubuhku ini, kata teman-teman, mirip papan penggilasan!!

Begitulah, aku yang miskin ini masuk dalam lingkaran taruhan Jodi. Dalam hati, aku bertekat, duit tiga juta plus Reni harus menjadi milikku! Dan karena aku ini tipe cowok yang paling tidak bisa merayu, secara blak-blakan aku ngomong ke Reni kalau aku suka dia.

Kejadian dua minggu lalu di perpustakaan.
"Ren, aku mau bicara, boleh?" tanyaku hati-hati.
"Boleh. Ada apa?"
"Hmm .. mengingat kebersamaan kita selama ini, maksutku, hmm, aku adalah cowok yang paling sering menemani kamu ke perpustakaan dan setiap pulang sekolah, maka wajarlah kalau aku .. "
"Ya .. kamu kenapa Fir?"
"Aku mencintai kamu Ren."
"Really?!"
"Iya, bener Ren."mMelihat binar indah matanya, semangat optimisku mencuat! Yess, Insya Allah aku bisa mendapatkannya!
"Duit tiga juta itu dibagi dua sama aku yah?" makjang!! Tes tes .. keringat mulai membanjiri jidadku.
"Maksutmu apa?" tampang luguku ini biasanya berhasil.
"Aduh Firman. Gosip taruhan tiga juta untuk mendapatkan aku antara kamu, Jodi dan Anwar begitu santer!! Bila aku ke kantin, maka desas desus itu pasti terdengar." aahhhhh!!! Hati kecilku menjerit. Siapa sih yang membocorkan rahasia itu?! Aku jelas tidak, Anwar atau Jodi barangkali?!
"Ah .. itu bohong Ren .. aku jujur cinta kamu .. tanpa duit tiga juta pun aku tetap akan bilang begini."
"Tanpa duit tiga juta pun? Artinya benar dong ada duit tiga juta?" ampun!! Dia lebih pintar bersilat lidah dari aku. Dalam otakku, satu bundel tiga juta itu terbang bersama sayap putih dan mentertawakan aku dibawahnya.
"Firman, aku bilang sesuatu yah .."
"Bilang saja Ren .." sungguh, semangatku yang berapi-api tadi hilang sudah. Musnah!!
"Sebenarnya, tanpa taruhan pun aku mau kok jadi pacar kamu. Tapi sekarang aku tidak bisa menerima cinta kamu. Aku tidak mau di cap sebagai cewek gampangan dengan nominal tiga juta. Selama ini aku sering mengajakmu ke perpustakaan, karena aku merasa begitu senangnya berduaan denganmu. Tapi sayang ... taruhan itu ... aku tidak bisa Fir .. tidak bisa." Aku lemes. Inilah balasan untuk seorang cowok mata duitan!!
"Oke, kita lupakan taruhan itu ... maukah .."
"Tidak Firman. Aku tak mau jadi pacar kamu."
"Tapi Ren, tadi kamu sendiri bilang kalau kamu juga mencintai aku."
"Bukan mencintai, baru suka. Aku memang suka dan senang bila sedang bersama kamu Fir. Aku sendiri berharap, rasa itu bisa berubah menjadi cinta."
"Beda tipis."
"Tipis, tapi tetap tak akan tersentuh sekarang Fir. Maaf."
"Ren .."
"Aku duluan yah Fir." Dan aku, cowok termalang di dunia ini hanya bisa memandang punggungnya menghilang di balik pintu perpustakaan. Oh Firman!! Nasibmu tak sesuai dengan namamu!!

Di rumah Jodi, siang setelah kejadian di perpustakaan.
"Nah nah .. kalian berdua .. hayo ngaku!!" semprotku kesal.
"Ngaku??" Jodi dan Anwar menatapku keheranan.
"Iya, ngaku!! Salah satu dari kalian pasti telah membocorkan soal taruhan itu ke teman-teman!!" teriakku histeris. Mama Jodi langsung tergopoh-gopoh berlari ke ruang tamu.
"Ada apa?!" tanya mama si Jodi. Wajahnya kuatir sekali.
"Ah engga tante .. ini si Firman, lagi latihan drama .." jawab Anwar.
"Oh, tante kira epilepsinya kumat." Begitu mamanya Jodi berlalu, kedua kunyuk itu pun tertawa dengan puasnya. Dasar!!
"Sorry Fir, mama selalu tanyain kamu, kemana si Firman Jod? Kok jarang kelihatan?! Aku iseng-iseng jawab, epilepsinya kambuh mam." Anwar tambah tergelak, kulempari dia dengan bantal kursi.
"Oke, stop your laught Anwar!! Dengar yah, tadi siang aku hampir saja sukses mendapatkan Reni! Tapi dengan santainya Reni .. bla bla bla .." kuceritakan kejadian di perpustakaan waktu istirahat tadi siang di sekolah.
"Huahahahaha!!" Jodi ngakak. Anwar ikutan ngakak.
"Kalian! Jangan tertawa diatas penderitaanku!"
"Kita jelas tidak membocorkan rahasia ini Fir .. aku tertawa karena .. karena .. huahahaha .. epilepsi!!" mata Anwar sampai berair akibat tertawa.
"Hmm, aku tidak pernah bilang ke siapa pun soal taruhan itu .. kecuali sama Stefen, si banci fans beratku itu." Celoteh Jodi.
"Apa? Katamu taruhan ini adalah rahasia kita. Aku menjaganya agar tidak sampai bocor!! Eh kamu malah bilang ke Stefen!!" rutukku.
"Keceplosan Fir .. tau kan Stefen, bagaimana tingkahnya di lapangan basket. Sudah seperti istri saja! Khawatir ini .. cemasin itu .. aduh Jodii, kepalamu ngga apa apa tertimpa bola basket tadi? Aduh .. ufh .. dan aku tanpa sadar bilang ke dia, eh Stefen, ngaca yah, kamu itu cowok! Deketin cewek dong, masa aku yang diincar terus. Atau ikutan aku, Firman dan Anwar saja, taruhan tiga juta buat dapatin Reni!" cerita Jodi. Aku dan Anwar menatap Jodi dengan perasaan yang amat sangat terhina. Anak ini, belum pernah makan sepatu apa yah?!!!!!
"Nah itu!! Itu!! Disitulah salahnya!! Mulut Stefen itu sudah seperti ember bocor yang ngga mempan di tambal! Desas desus itu!! Pasti bermula dari Stefen!! Pantas saja Reni jadi tau! Pantas saja aku ditolak mentah-mentah meskipun dia menyukaiku!" semprotku lagi. Ugh, mau rasanya kuhantam wajah ganteng Jodi hingga terbelah menjadi dua! Tidak konsekuen! Tidak dapat menjaga rahasia!!
Jodi terdiam .. Anwar menatapku, juga dalam diam. Ah, hilang sudah segalanya. Reni dan duit itu. Ah, persetan dengan tiga juta!!!
"Sorry Fir .. sorry banget." Ujar Jodi memecahkan kebisuan diantara kami. Mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Aku malu pada Reni. Sungguh! Mukaku terasa panas setiap kali mengingat kejadian di kantin tadi.

Siang ini, aku memilih untuk tetap tinggal di kelas. Dua minggu berlalu, tapi berita itu masih saja hangat. Menurut Anwar, setiap kali dia ke kantin, selalu saja ada yang menyapanya begini,
"Giliranmu War, dapatkan si Reni dan tiga juta itu!! Hahahah!!" lucu yah? Bukan hanya aku yang jadi bahan tertawaan teman-teman, Jodi dan Anwar pun bernasib serupa. Sebenarnya olok-olok itu dapat aku lewatkan tanpa perlu ditanggapi. Tapi Reni? Tidak, aku tak bisa berhadapan dengannya lagi. Aku tak lagi menemaninya ke perpustakaan. Setiap pulang sekolah pun, kubiarkan dia naik angkot duluan, setelah itu baru deh aku berani menginjakan kaki di halte. Paranoid banget begitu melihat sosok Reni di kejauhan. Firman yang malang!

Novel Jomblo karya Adhitya itu terus kubolak balik. Sudah sekian kali aku membacanya. Yeah, jomblo. Kelas sepi, aku sendiri menatap kosong pada papan tulis yang masih tertera rumus-rumus kimia. Pikiranku seruwet rumus-rumus itu, hatiku sesukar persamaan-persamaan yang dihasilkan. Persamaan satu, persamaan dua .. ah .. Reni!! Penyesalan selalu datang terlambat yah? Deg, tau-tau muncul satu sosok di depan pintu kelas. Oh tidak, itu Reni! Wajahku langsung terasa panas. Malu.

Reni mendekatiku dan duduk dihadapanku, membalik bangku didepanku terus menatapku tajam. Ufss, yang cowok aku atau Reni sih? Come on Firman, be a man! Memangnya aku banci?!
"Hai Fir."
"Hai."
"Aku lihat, kamu mulai menjauhiku setelah kejadian itu."
"Hmm .. tidak kok Ren. Hanya perasaan kamu saja."
"Firman, anak kecil pun pasti tau, tak usah berkelit."
"Oke oke .. aku memang menjauhi kamu."
"Kenapa? Apa aturan taruhan kalian adalah, menjauhi cewek yang ditaruhkan bila gagal?!"
"Jangan sebut-sebut taruhan itu!"
"Oke oke .. sorry .. lalu?!"
"Aku malu .. itu saja."
"Malu pada siapa?"
"Pada kamu! Pada siapa lagi?!"
"Kenapa harus malu padaku?!"
"Ren .. please .. aku ngga pandai merangkai kata .."
"Hehehe, kayak lagu aja Fir."
"Kenyataannya begitu."
"Itu lah yang membuat aku suka padamu Fir. Kamu selalu apa adanya. Kamu bukan tipe cowok yang suka merayu .. kamu begitu menyenangkan."
"Jangan menghiburku dengan kata-kata klise seperti itu Ren."
"Aku serius Fir!"
"Seserius cintaku padamu Ren?! Seperti itu?!"
"Ngg .. "
"Engga kan Ren?! Aku salah jalan! Aku malu! Dengar ini, persamaannya sederhana saja. Ada dua jalan di depanku. Keduanya berakhir padamu. Jalan pertama, jalan mulus seperti biasa. Jalan kedua, ada cafe ditengahnya yang menjual minuman bernama tiga juta. Dan aku sebagai manusia memilih jalan kedua, wajar kan? Aku manusia. Sayang .. jalan kedua tak semulus jalan pertama dan aku .. malu."
"Fir .. lupakan masalah taruhan itu .. lupakan tiga juta itu. Kamu tau, Stefen dipukuli Jodi di lapangan basket!!"
"Apa?!"
"Hu`uh, dia kesal. Gara-gara Stefen taruhan kalian bocor kemana-mana. Bahkan kalian bertiga diolok habis-habisan sama teman-teman. Dengan atau tanpa aku bilang ke kamu soal itu, toh kalian akan tetap jadi bahan olok-olokan teman-teman." Kupandangi wajahnya. Sumpah, dia cantik banget!
"Reni .. aku mencintaimu."
"Aku tau."
"Jadi, maukah kamu menerimaku dan juga mau melupakan masalah taruhan itu?!"
"Melupakan masalah taruhan itu ... hal yang mudah. Tapi menerima cintamu? Itu sulit Firman! Bila aku menerima kamu, artinya aku .."
"Kamu menjadi gadis dengan nominal tiga juta kan? Sesuatu yang begitu hangat dibincangkan orang akan sulit lepas dari kita .. Itu sama saja Ren, kamu tak bisa melupakan hal ini begitu saja."
"Hmm .. Firman .. masalahnya .."
"Sudahlah Ren .. just forget it."
"Firman .."
"Leave me now!!!" dia kaget. Biar saja. Aku toh sudah bosan dengan semua ini. Muak rasanya berhadapan dengan diriku sendiri. Aku keluar kelas, meninggalkan dia sendiri di kelas. Kalau dia tak mau meninggalkanku, maka aku yang akan pergi. Menangis kah dia? Terserah! Aku muak!! Bila dia tak dapat menerima keadaan ini, aku pun sama. Aku lebih terpuruk dari dia! Cinta oh cinta, begitu sulit memahaminya.

Tidur soreku begitu terganggu dengan ketukan halus di pintu kamar. Heran, masih saja ada orang yang suka mengganggu kegiatan 'penggemukan' diriku ini.
"Yaaaaaaaa aku bangun!!!" di pintu kulihat mama berdiri dengan senyum dikulum.
"Ada apa ma?"
"Ada cewek tiga juta di depan." Hah?! Ufss, Reni. Untuk apa dia datang ke rumahku yang super sempit ini? Untuk apa? Untuk lebih mempermalukan aku? Lihat saja, mama sampai merasa geli melihat tampangku.
"Hai Fir."
"Hai. Ada perlu?"
"Iya ... "
"Perlu apa?" tanyaku to the point.
"Firman, boleh kita bicara?"
"Boleh, bicara saja."
"Maafkan aku yah .."
"Ya ya ... it's oke, mamaku sendiri mentertawakan aku."
"Setelah aku cerita baru mama mu mau membangunkan tidurmu."
"Oh yah?! Hebat dong kisahku itu, masukkan saja ke guiness of book!"
"Firman ... bisakah kamu bicara lebih pelan dengan kepala dingin?"
"Oke .." kutarik napas panjang.
"Karena aku mencintaimu dan kamu pun sama, aku tak mau melepaskan cinta kita begitu saja." Seperti nyanyian surgawi kata-kata yang baru kudengar ini.
"Apa gunanya? Toh aku tak bisa memacarimu. Toh kita tak bisa memproklamirkan ke hadapan teman-teman kalau kita pacaran!"
"Aku sudah bilang .. tidak sekarang .. tapi nanti. Kita taruhan saja yuk?! Beberapa bulan lagi kita lulus kan? Bila kamu masih mencintai aku, nyatakan lagi cintamu begitu kita kuliah! Sanggup? Lagi pula, untuk apa memproklamirkan hubungan kita di hadapan teman-teman? Itu akan lebih mempermalukan kamu dan aku!!"
"Permainan apa lagi ini? Rumit!"
"Ya ... itu lah. Karena aku ngga mungkin menerimamu sekarang. Keadaannya tidak memungkinkan. Please Fir, mengertilah aku!"
"Cewek sulit dimengerti."
"Cowok pun begitu."
"Egois!"
"Sama! Hentikan Fir .. take it or not?!"
"Apanya?"
"Duhh masih mabuk mimpi .. taruhan kita .."
"Yeah .. boleh lah .."
"Bagus kalau gitu. Jangan lupa, besok temani aku ke perpustakaan yah?"
"Apa masih boleh?"
"Masih dong .. selalu hanya kamu yang pantas temani aku ke perpustakaan Fir."
"Tersanjung .."
"Tersayang .."
"Kehormatan .."
"Si Doel .."
"Roda-roda Cinta .."
"Bajaj Bajuri!"
"Oh hahah .. sudah lah .. oke Ren. Hmm sore ini keluar yuk, aku mandi dulu yah."
"Oke .."
"Taruhan .. hehehe .."
"Hush, sudah sana mandi!"

Begitu lah. Aku, Firman yang sering di cap papan penggilasan, cowok tak tau diri dan pernah malu habis-habisan gara-gara masalah taruhan akhirnya harus menunggu. Menunggu sampai kuliah. Setelah itu, Reni akan menjadi milikku. Ribetnya cinta!! Tetap ada taruhan juga pada akhirnya.