martedì, agosto 24, 2004

Si Jutek!! [[ 1 ]]

Mine memandang keramaian itu dari jauh. Cukup hanya dari jauh, Mine nggak berniat melangkah lebih dekat. Salah-salah malah wajahnya yang jadi sasaran tonjok dan baku hantam itu. Anak-anak berseragam putih abu semakin banyak yang tertarik dan membentuk lingkaran yang lebih besar lagi. Mine menarik napas kesal dan membuang pandangannya ke ruangan guru. Hei para guru, see .. lihat!! Perkelahian antara anak IPA dan Bahasa terjadi. Bukan seluruh anak IPA dan Bahasa sih, hanya dua orang yang memang telah lama memendam dengki dan hari ini menyatakan kedengkian mereka dengan saling bahu hantam. Cuih. Mine meludah.

"Siapa yang berkelahi Min?"

Anisa, salah seorang anggota OSIS datang menghampirinya. Anisa menatap kemurunan itu juga dari jauh.

"Entahlah Nis .. saya nggak tau."
"Loh, bukannya kamu dari tadi melihatnya?"
"Bukan berarti saya harus tau siapa yang berkelahi dan karena alasan apa kan?"

Anisa terdiam, memandangi Mine dengan pandangan tak mengerti. Anisa tau, Mine gadis yang terkenal paling cuek di sekolah mereka, smu Biru. Mine gadis yang tak ingin tau urusan orang lain dan tak mau urusannya dicampuri orang lain. Gadis aneh yang herannya dapat bersekolah bersama mereka di smu Biru. Menurut Anisa, Mine seharusnya bersekolah di smu luar biasa .. khusus anak-anak yang suka akan individualisme. Anisa meninggalkan Mine yang tersenyum sinis menatap punggungnya.

Mine melengos begitu pak Rahman berlari-lari menghampiri kerumunan teman-temannya, disusul pak Roby, pak Gefar dan bu Jessica. Mine mendengus kesal melihat teman-temannya yang menyingkir satu persatu. Kedua murid cowok yang saling tinju itu pun dilerai.

"Apa-apaan kalian ini!!!"

Bentak pak Gefar marah. Suaranya menggelegar sampai-sampai terdengar jelas dari jarak sejauh Mine berdiri menyaksikan. Dan Mine nggak heran begitu melihat Genio dan Denis saling menatap penuh marah dengan baju terkoyak-koyak dan wajah biru lebam. 'Cowok kok kayak banci' batin gadis itu. Pak Rahman memegang lengan Genio, pak Roby dan bu Jessica memegang tangan Denis yang sosoknya memang jauh lebih besar dan tinggi dari Genio.

Kerumunan pun bubar dan Mine melangkahkan kakinya kembali ke kelas. Kelas 3 Bahasa 1, yang menjadi pilihannya setelah melepaskan bangku kelas 2. Duduk diam di meja dan membolak balik buku Sejarah Budaya sambil bergumam kecil. Seakan tak peduli pada kejadian barusan. Teman-temannya kembali ke kelas karena lonceng tanda masa istirahat telah usai. Kelas langsung ramai dengan cerita yang cukup seru. Yang jelas, teman-temannya mendukung Denis, Genio memang pantas mendapat ganjaran atas kata-katanya selama ini yang menyatakan anak Bahasa itu GOBLOK semuanya.

"Uff .. saya pengennya sih Denis meng KO Genio saat pak Rahman belum datang!!"
"Yea, telad dikit!! Rasain deh Genio .. berantem taunya tarik-tarikan baju!"
"Pokoknya jangan sampai Denis di skors .. kita bakal ngamuk."

Teriakan dan celoteh teman-temannya memenuhi kepala Mine. Gadis itu muak. Untuk apa mereka membela Denis atau (mungkin) Genio? Itu urusan mereka yang berkelahi, nggak perlu satu kelas ikut dilibatkan. Hanya mencari susah saja. Mine memperhatikan tingkah teman-temannya satu per satu dan nyeletuk,

"Maaf, saya nggak ikutan membela Denis, ga ada untungnya!"

Kalimat itu meluncur tegas dari bibir Mine, tepat saat Denis masuk ke kelas. Semua terdiam, menatap Mine dengan pandangan yang melecehkan. Teman yang nggak tau tenggang rasa .. berbagi rasa. Mine cuek, kembali membaca buku Sejarah Budaya nya dan mengenal kembali kehidupan masa prasejarah yang dulu pernah dipelajarinya saat kelas 1. Tatapan Denis yang tajam pun nggak dianggapnya. Gadis itu asik dengan dunianya sendiri.

"Maaf tuan putri Mine yang terhormat? Kamu nggak ikutan membela saya? Oh .. thank's God! Karena saya juga nggak butuh dukungan dari siapa pun, apalagi dari gadis sesombong kamu!"

Suara Denis cukup keras. Teman-teman lain memilih kembali ke bangku masing-masing dan duduk dalam diam. Mine nggak menghiraukan ucapan Denis barusan. 'Untuk apa?' begitu batinnya bicara. Bila nggak ada untungnya, untuk apa membalas ucapan Denis? Buang-buang waktu saja. Nggak puas dengan sikap Mine yang anti pati begitu, Denis menghampiri meja Mine dan menggebrak meja itu hingga Mine kaget dan meraba dadanya .. jantungnya serasa copot.

"Kaget? Kenapa nggak kena serangan jantung sekalian trus koit? Dengar ya Tuan putri yang terhormat, saya ulangi .. saya nggak membutuhkan dukungan kamu sampai kapan pun!!"
"Bagus .."
"Bagus .. dan jangan mengomentari apa pun!"
"Saya punya hak untuk mengomentari apa pun, bukan hak kamu untuk melarang selama negara pun nggak melarang."

Mata Denis bagai bara api yang ingin membakar gadis itu hidup-hidup. Baru saja Denis ingin membalas ucapan Mine, bu Karen telah masuk kelas dengan setumpuk kertas dan menenteng tas kerjanya. Denis melirik sinis pada Mine dan menuju bangkunya sendiri. Mine, tenang dan diam menanti pelajaran berikutnya.

"Anak-anak .. tes Sejarah Budaya!"
"Huuuu kemarin ibu nggak bilang kalau hari ini ada tes deh."

Teman-temannya mulai ribut mempermasalahkan tes mendadak ini. Bu karen menarik napas panjang dan tersenyum. Mine menatap bu Karen tanpa kedip dalam posisi duduk yang siap menerima tes dalam bentuk apa pun. Otak Mine memang paling brilian dari teman-teman sekelasnya.

"No comment! Dan tolong diperhatikan, kejadian tadi betul-betul hanya membuat malu sekolah. Denis, ibu harap kamu nggak mengulangi lagi perkelahian tadi. Bisa-bisa kamu di skors!!"
"Saya nggak janji bu."

Jawab Denis menantang.

"Harusnya bisa .. kalau nggak menuruti emosi yang merugikan diri sendiri dan orang lain."

Mine menimpali dengan suara yang cukup keras. Denis menggertakan giginya. Ingin rasanya di menampar Mine saat itu juga! Saski teman sebangku Mine mencolek tangan gadis cuek itu dan berbisik.

"Min .. sudah .. jangan nyeletuk lagi."

Mine melirik Saski dan diam kembali. Bu Karen mulai membagi kertas soal tes Sejarah Budaya dan kembali ke meja guru di depan kelas, memperhatikan anak-anak mengerjakan soal tes tersebut. Sebenarnya bu Karen ingin mengajarkan bab-bab berikutnya dari mata studi yang dipegangnya ini, namun niat mengajarnya batal, dia ingin memberi pelajaran pada kelas ini. Terutama pada Denis yang menurut para guru sok jagoan karena merasa diri paling laki-laki.

Dalam dua puluh menit Mine maju ke depan kelas dan menyerahkan pekerjaannya pada bu Karen. Soal tes itu begitu mudah baginya, setiap hari jawaban dari soal-soal itu dibacanya, dipelajarinya. Nggak heran, Mine selalu menjadi juara kelas. Juara kelas yang congkak di mata teman-teman.

"Sudah selesai Mine? Cepat sekali?"
"Sudah bu, ibu boleh mengetes saya secara lisan kalau nggak percaya."
"Ibu percaya .. kamu boleh duduk kembali dan diam."

Mine menurut. Saat kembali ke bangkunya itu lah matanya bersirobok dengan mata Denis yang tajam tertusuk ke arahnya. Mine menyerngit dan kembali duduk. 'Kenapa harus marah? Kamu memang salah Den ..' batin Mine kembali berbisik. Saya nggak pernah mengenalmu sebagai siswa yang punya niat belajar demi cita-cita. Saya mengenalmu sebagai siswa yang paling sok jagoan dengan menggenjet teman-teman yang lain. Saya nggak pernah mau kamu genjet dengan cara apa pun! We are too different at all.

Dring bel tanda usainya waktu sekolah menjerit-jerit. Teman-temannya menarik napas lega. Bahkan ada yang sedikit kesal karena nggak mampu mengerjakan tes dengan baik. 'Siapa suruh nggak belajar?' kata hati Mine kembali. Gadis itu tersenyum puas dan merapihkan buku-bukunya ke dalam tas. Pulang dan bermain bersama Tide dan mendengar mp3 di kamar adalah waktu terindahnya dalam sehari. Tide pasti telah makan. Sesaat setelah bu Karen keluar kelas, teman-temannya pun ikut keluar, saat itu lah Mine mendapati sosok Denis berdiri di hadapannya. Mine nggak mengindahkannya dan menyingkir melalui bangku Saski, tapi Denis menarik tangannya, kasar.

"Saya masih ada urusan denganmu."
"Saya rasa kita nggak ada urusan apa pun. Seperti katamu, thanks God karena saya nggak ingin melibatkan diri dalam masalahmu."
"Plis deh tuan putri yang congkak .. kamu itu nyebelin tau!"
"Saya tau .. saya sadar, jadi menyingkirlah karena saya ingin pulang."

Kelas menjadi sepi. Teman-temannya tau, Denis masih belum puas atas sikap Mine yang cuek bebek seperti itu. Apa mau dikata? Sikap Mine memang menjengkelkan dan terus melekat erat pada gadis itu sejak kelas 1!! Denis kukuh mencengkeram tangan Mine.

"Sakit, lepaskan."
"Oh .. tuan putri mengerti rasa sakit juga?"
"Semua manusia begitu."
"Lucu sekali tuan putri Mine yang terhomat!! Hahahahaha .. lucu sekali!! Karena tuan putri nggak tau rasanya disakiti!!"
"Saya tau."
"Nggak .. no no no, jangan membantah .. kamu nggak tau, makanya kamu ngga pernah mau tau pada sekelilingmu, karena kamu mati rasa!! Kamu bahkan nggak tau, saya membela kelas ini mati-matian dari pelecehan Genio! Karena saya sakit hati pada kata-katanya!!"
"Itu urusanmu bersama Genio. Kalau nggak mau dibilang goblok, belajar lah, supaya jadi pintar dan nggak dilecehkan, oke? Saya harus pulang!!"

Sekali hentak tangan Mine terhempas ke meja, Denis meninggalkannya sendiri menahan rasa sakit akibat benturan tulang-tulang jarinya dan meja kayu yang keras. Mine meringis sedikit dan segera keluar kelas. Dia ingin pulang ke rumah, bercanda bersama Tide. Melupakan cowok goblok itu, melupakan semua masalah yang datang hari ini. 'Mengapa orang lain begitu sulit mengerti saya?' 'Mengapa kelakuan saya seperti sampah di mata mereka?'

-bersambung-

0 Commenti:

Posta un commento

Iscriviti a Commenti sul post [Atom]

<< Home page