venerdì, luglio 30, 2004

Sketsa Hati {4}

Narasi Rini Ardiansyah

Saat mama berusia 18 tahun, mama telah dua kali 365 hari lulus dari smu. Mama tak dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi karena masalah ekonomi. Nenek menderita penyakit yang notabene membutuhkan banyak biaya. Semua itu terjadi saat mama lulus smu.

Mama akhirnya memilih bekerja pada sebuah warnet sebagai operator. Pekerjaan itu membawa hidup mama pada gerbang dunia maya yang penuh kelicikan dan kebohongan. Tapi mama wanita jujur yang selalu mempercayai insting dan feeling. Mama kemudian mengenal seorang pria bernama Ardiansyah, pria usia 28 yang bekerja pada perusahaan asing di China. Dialah papaku. Menyukai kata-kata pria itu, mencintai kata-kata pria itu ternyata menyeret mama ke dalam arus cinta yang tak dapat dibendung lagi. Mama mencintai pria yang sama sekali belum pernah ditemuinya!!

Cinta mama berlanjut dengan saling mengirim email, chatting dan sms. Terkadang papa menelpon mama meskipun waktu bicara mereka hanya satu atau dua menit. Mungkinkah cinta itu begitu besarnya? Sampai-sampai mama pernah menolak lamaran pria-pria yang mencoba menyuntingnya. Mama pernah mencoba mencintai salah satu dari pria-pria itu, namun sayang, cinta mama pada papa begitu besar. Mama tak sanggup pindah ke lain hati. Pria itu terluka dan mama tak pernah mau mencoba lagi. Hati mama telah mati rasa terhadap pria lain selain papa.

Perhatian dan peduli papa adalah kunci utama yang telah membuka hati mama untuk mencinta. Mama bahagia, itu lah yang diceritakan mama padaku. Papa memiliki pesona dan kharisma seorang pria sejati. Pada papa, mama bisa bermanja-manja, bisa marah-marah, bisa menangis sekaligus tertawa pada saat yang bersamaan. Papa adalah satu-satunya pria yang mampu membuat wajah mama memerah saking tersipunya meskipun mereka tak saling bertatap!

Cukup setahun mama dan papa pacaran, sampai pada satu titik puncak dimana bahagia dan sakit bertahta di udara. Dua hal yang sama-sama dilimpahkan papa pada mama. Papa pulang ke Indonesia, langsung menemui mama. Malam bertabur bintang, desiran angin malam dan senyum genit sang bulan menemani mereka menghabiskan waktu bersama. Kebersamaan yang telah lama dinantikan mama, 1 tahun. Ternyata waktu 1 tahun itu tak pernah cukup untuk dapat mengetahui papa seutuhnya.

Papa jujur pada mama, papa ingin menikahi mama karena papa mencintai mama. Namun ternyata papa telah mempunyai kebahagiaan yang lain yang tak dapat ditembusi mama sama sekali. Papa telah menikah dan memiliki dua orang putra. Mereka adalah abang-abangku juga bukan? Papa menyerahkan semua keputusan pada mama. Tinggalkan papa dan membunuh cinta di hati, atau terus memilih papa dan menjadi orang kedua dalam hidup papa. Apa yang dipilih mama???? Mama memilih pertimbangan ke 2! Mama bersedia dinikahi papa dan hidup dalam cintanya untuk papa. Mama rela menjadi istri kedua demi cintanya pada papa!! Pecinta sejati kah mama?? Atau kebodohan seorang gadis usia 19 tahun?! Mama adalah wanita, demikian pula istri pertama papa. Bukan kah sesama wanita tak pantas untuk saling merebut pria yang dicintai? Itu lah yang penjadi pedoman mama sampai mama memilih pertimbangan ke 2.

Dalam waktu satu minggu, papa dan mama mengurusi surat-surat pernikahan pada lembaga pernikahan Islam, KUA. Lalu mereka resmi menikah. 1 minggu berikutnya adalah 7 hari terindah dalam hidup mama tanpa pernah tergantikan oleh kebahagiaan yang lain. Mereguk nikmatnya cinta di sebuh hotel tanpa perlu orang lain tau. Nenek dan semua saudara mama tak pernah tau bahwa mama telah menikah, memiliki buku nikah sah dan menyerahkan hidupnya secara total pada papa, pria yang ditemuinya di ruang maya dan dicintainya setengah mati. Ah .. cinta!!

Sebagai istri ke dua, mama cukup tau diri dan tak banyak menuntut pada papa. Karena bagi mama, dengan dinikahi papa, kebahagiaannya terlengkapi. Papa kembali ke kotanya sendiri, menemui istri pertamanya dan abang-abangku disana. Sedangkan mama telah menetukan pilihannya. Hidup tanpa papa, cukup dengan cinta papa di dalam hatinya. Semuanya terbongkar oleh keluarga mama begitu mama mulai merasakan kehadiranku di dalam rahimnya. Mama hamil. Paman-paman marah dan menuntut jawab dari mama, siapa? Mengapa? Untuk apa? Hanya satu yang bisa diberikan mama sebagai jawaban. Buku nikah, sah! Sah sebagai istri papa.

Kebisuan keluarga mama pada akhirnya memberi mama peluang untuk membenahi hidupnya sendiri. Papa menghubungi mama, bahagia mendengar kehamilan mama dan mengirimkan sejumlah uang untuk mama. Uang itu, tak pernah terpakai hingga kini. Uang itu, masih terus berada dalam tabungan mama yang lain, uang itu disimpan mama untukku. Keluarga mama akhirnya turun tangan. Para paman dan tante mulai membuat cerita yang cukup masuk akal. Mama menikah diam-diam dan suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.

Kemudian aku lahir ke dunia sebagai yatim. Yatim yang sama sekali bohong! Aku masih memiliki papa! Aku masih memiliki pria yang dicintai mama seumur hidupnya! Namun menurut cerita mama atau hanya untuk menyenangkan hatiku(?), saat mama melahirkan, papa datang ke kota ini untuk memeluku, menciumku dan menggendongku sampai aku terbuai tanpa seorang pun tau. Cukup sampai disitu, karena papa harus kembali ke China, kembali pada tuntutan pekerjaannya. Betapa ribetnya mama mengurusi akte kelahiranku. Betapa pusingnya mama mengurusi sekolahku dan membiayai hidupku sampai sekarang. Nenek yang begitu baik jatuh iba lalu memberi mama modal untuk membuka usaha warnet, karena nenek tau, hanya warnet lah yang menjadi pilihan dan ketertarikan mama.

Warnet yang maju, pendapatan yang besar, manajemen yang memuaskan itu menghasilkan satu buah rumah untuk mama. Rumah kami, rumah mama dan aku. Rumah yang kutempati sejak usiaku 3 tahun! Rentang waktu 14 tahun aku hidup, semua ini tertutup begitu rapat. Aku tak tau dimana makam ayahku berada. Aku tak tau kemana harus kucari nisan bertuliskan Ardiansyah itu! Bagaimana aku bisa mencarinya? Papaku belum lagi meninggal, papaku masih ada di kota itu, yang akhirnya dipindahkan bekerja dari China di kota itu kembali dan berkumpul bersama istri pertamanya juga para abang-ku.

Aku Rini Ardiansyah, saat ini yang aku inginkan hanyalah satu, membahagiakan mamaku. Mama yang hidup penuh cinta pada papa tanpa perlu menuntut untuk memiliki papa secara utuh. Mama yang telah mengajari aku untuk menjadi manusia baik, moral dan akhlak. Mama yang telah menyerahkan hidupnya pada cinta yang memberinya kebahagiaan terbesar tanpa perlu tergantikan. Aku mencintai mamaku. Aku juga mencintai papaku. Bila Tuhan mengijinkan, ingin sekali rasanya aku mendengar suara papaku. Agar aku dapat seperti mama, merasa terlengkapi tanpa perlu dilengkapi. Aku cinta papa dan mama!!

"Halo? Perlu sama siapah?"
"Citra?"
"Bukan, ini Rini."
"Rini? Ini ..."
"Papa???"
"Rini?""Papa?"
"Rini!!"
"Papa!! Rini sayang papa!!"
"Papa juga .. anen Rini .. jadi gadis baik yah?"
"Rini sayang papa!!"
"Papa lebih sayang lagi padamu Rin. Jaga mama baik-baik yah?"
"Iya papa."
"Mama dimana?"
"Mama sudah tidur .."
"Katakan pada mama,.. papa merasakan sesuatu sampai papa .."
"Sampai papa menelpon .. karena itu lah yang selama ini telah terjadi diantara papa dan mama. Setiap kali papa merasakan perasaan tak nyaman, papa akan menelpon mama. Bukan kah begitu pa?"
"Iya sayang .. Rin .. "

Tut!! Tut!! Telepon ditutup segera. Ah .. apakah abang-abangku itu mendekati papa? Atau istrinya? Yang jelas aku bahagia. Dia papa ku .. tiada tapi ada. Ada tapi tiada ...

-tuteh@9Julai04^bersambung-

0 Commenti:

Posta un commento

Iscriviti a Commenti sul post [Atom]

<< Home page