domenica, dicembre 18, 2005

Home Alone

"Jangan lupa besok datang ke rumah ya, Ju. Aku tunggu lho. Bye bye." Siska meletakkan gagang telepon kembali pada tempatnya. Cewek berkulit putih dengan rambut sebahu ini baru saja ditelepon Juju, teman sekelasnya di SMU Negeri 1 Ende. Mereka sama-sama tergolong murid pintar dengan kemampuan berpikir seperti kerja pentium 4 pada perangkat komputer.

"Siskaris Damian.." panggil mama. Siska menoleh ke arah pintu kamar mama. Hanya mama yang sering memanggilnya begitu, nama lengkap!
"Igh mama cantik banget..." puji Siska. Mama memakai gaun biru tua dengan payet berwarna senada di bagian kerah.
"Mama dan papa ke gereja dulu ya. Kamu hati-hati di rumah." ujar mama. Malam ini giliran mama dan papa ke gereja, mengikuti misa kebaktian Natal. Sedangkan Siska memilih besok pagi saja. Tak lama papa pun muncul di belakang mama.. orang tua Siska pun berangkat ke gereja Kathedral.. gereja termegah di kota kecil Ende.

Setelah menutup pintu, Siska menyeduh secangkir teh panas dan mengambil stoples kue keju yang dibikin mama beberapa hari yang lalu. Ah, senangnya.. besok hari Natal dan malam ini Siska asik menikmati kue yang rasanya enak banget. Bengong sendiri di depan televisi menonton sajian acara tivi yang begitu-begitu saja, Siska pun beranjak ke kamar dan membongkar koleksi dvd-nya.

"Titanic.. duh bosan! Twister keren sih tapi aku sudah menontonnya berkali-kali.. Hmm yang ini.. Duplex, War Of The World, Princess Diary, Lavender.. hah Meteor Garden? Gini hari masih juga aku simpan film-film ini." omel Siska saat membongkar film koleksinya. Kemudian mata Siska menumbuk cover dvd yang bertulis HOME ALONE 3.

"Aha, ini aja. Meskipun film lama, tapi masih bagusan ini daripada The Greench itu. Nonton ini aja ah, kan lucu.. lumayan ngehibur sambil nungguin mama dan papa pulang dari gereja." ujar Siska. Ia pun kembali ke ruang tivi dan menghidupkan pemutar dvd dan memencet tombol AV pada remote kontrol.

Beberapa menit kemudian Siska pun terpingkal-pingkal menonton set demi set filim Home Alone 3. Tak terasa, kue keju telah separuh stoples amblas ke perutnya. Teh pun telah ludes dari cangkirnya. Tak sampai 3 jam, filim pun berakhir dengan ditangkapnya para penjahat. Siska mengelap air mata yang keluar gara-gara kebanyakan ketawa. Ia pun melirik jam di dinding.. sudah hampir 3 jam papa dan mama ke gereja, tapi belum pulang juga.

"Mungkin papa dan mama masih ngobrol dengan Romo Frans atau Pater Dami." begitu kata Siska. Tak lama cewek manis ini pun tertidur di sofa dengan dimana televisi masih menyala.. terdengar kidung Natal yang indah dari salah satu stasiun televisi swasta.

Keesokan paginya Siska terbangun.. melihat jam dinding berbentuk Tweety di depannya, Siska tahu ia berada di kamar. Keningnya berkerut. Siapa yang menggendong dan memindahkannya ke kamar? Bukannya semalam ia tertidur di sofa ruang televisi? Siska menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia ingat sesuatu.. hari ini HARI NATAL!! Kembali Siska melirik si Tweety di dinding.. sudah jam 12 siang??

"Ya ampun.. mampus! Aku gak ikut misa Natal!" keluh Siska kecewa dan gusar. Ia bergegas mandi dan keluar kamar. Suasana rumah nampak sepi, tak seperti biasanya bila hari Natal tiba. Siska memanggil mama dan papa, namun tak ada yang menyahut.

"Maa, paa.." digedornya pintu kamar papa dan mama. Namun tetap saja tak ada seorang pun yang menyahuti panggilannya. Siska beranjak ke dapur, hendak minum air. Saat hendak membuka pintu kulkas, Siska mendapati satu kertas kuning post-it yang ditempel disitu. Segera Siska melepaskannya dan membaca...

'SISKARIS DAMIAN.. TADI PAGI PAPA DAN MAMA DITELEPON TANTE YUNI.. SUAMI TANTE YUNI MENINGGAL DUNIA SAYANG. PAPA DAN MAMA BERANGKAT KE BALI PAGI INI DENGAN NUSANTARA AIR.. BAIK BAIK YA DI RUMAH. Peluk Cium, mama.'

"APA!!!!??? Aku ditinggal sendiri? Aduh, bijimana dong nih? Aku harus gimana dong?" keluh Siska bingung. Ia tak pernah merayakan Natal sendirian di rumah. Papa dan mama selalu ada.. selalu bersama orangtuanya. Sebagai anak tunggal, Siska memang manja.

Dengan gugup Siska mencari nomor telepon rumah tante Yuni di notel kecil dekat pesawat telepon.. 0274.. lalu ia memencet sederetan angka nomor telepon. Tapi sayang, teleponnya sedang dipakai, yang terdengar hanya nada pendek berulang-ulang. Kesal, Siska membanting gagang telepon. Ia marah, kesal, bingung, benci.. ini Natal dan papa juga mama meninggalkannya seorang diri di rumah. Tak terasa air matanya mengalir...

"Pa, ma.. mungkin selama ini aku belum bisa mengikuti semua kehendak papa dan mama. Aku masih suka main ke rumah Juju saat pulang sekolah. Aku masih suka mengejek orang gila yang sering lewat di depan rumah.. aku memang jahat! Aku memang manja! Tapi plis pa, ma.. jangan tinggalin aku sendiri di rumah.. ini kan Natal.. aku harus kemana? Kakek dan nenek udah gak ada.. keluarga papa semuanya di Maumere.. adik mama satu-satunya di Jogja.. Aku gak mau sendirian.. Tuhan.. jangan marahin Siska dong..." Siska terus menangis di depan pesawat telepon.. Setiap kali ia me-redial nomor telepon tante Yuni, nada yang sama masih terdengar.. nada sibuk!

"PAPA!!! MAMA!!! JANGAN TINGGALIN AKU SENDIRI DONG!! AKU IKUT KE JOGJA!!!!!!!!!!!" jerit Siska, melepaskan semua sesak di dada. Ia merasa sebagai orang yang paling sendiri di dunia.. ia terisak-isak.

"Siska?? Siska?? Kamu kenapa sayang?"

Siska merasa punggungnya diguncang seseorang..

"Kamu gak pa pa kan, sayang?" .. Perlahan Siska membuka matanya yang terkatup dan basah.. TERNYATA SISKA HANYA BERMIMPI.

"Hah? Papa! Mama!" Siska merangkul papa dan mamanya. Ia menghela napas pangjang dan lega. Papa dan mama memandangnya heran. Penasaran..

"Kok nangis?" tanya papa.

"Tadi aku nonton filim home alone terus ketiduran.. terus mimpi.. mimpinya papa dan mama ninggalin Siska di hari Natal.. mimpinya ngeri lagi.. suami tante Yuni meninggal jadi papa dan mama harus ke Jogja.." ujar Siska sambil menyeka air mata. Dalam hati ia bersyukur, ini hanya mimpi. Mendengar penuturan Siska, papa dan mama tertawa kecil.

"Siska, kalau mimpinya orang meninggal sih artinya justru bagus." kata mama.

"Iya, tapi aku takut kan ma ditinggal sendiri. Di hari Natal, lagi!" balas Siska.

"Kan kamu gak sendiri, Sis.." kata papa sambil menatap Siska penuh sayang.

"Maksud papa.. di rumah kita ada penunggunya gitu? Hiiii ngeriii kayak di filim filim dong?" Siska bergidik ngeri. Membayangkan ia sendirian dari tadi, menonton film.

"Hmm kok larinya ke setan sih, Sis? Maksud papa, jangan pernah kamu merasa sendiri, karena Tuhan Yesus akan selalu menjaga kita.. keberadaannya lebih dekat dari urat nadi di leher kita, lho." ujar papa bijak. Siska terdiam, mencerna kalimat papa barusan.

Ya, memang benar. Siska sadari, ketakutannya sama sekali tidak beralasan. Mimpinya hanyalah bunga tidur.. yang kalau kata orang syaraf terbawa emosi saat kita menonton atau melakukan sesuatu sebelum tidur. Siska tersenyum dan kembali memeluk papa dan mama. Dalam hati ia berkata, "Yesus, kan kusebut namamu di setiap do'a.. kan kuingat namamu disetiap helaan nafas.. engkau sahabatku.. engkau penghiburku.. engkau pelindungku.. engkau lah penolongku.. Selamat Natal Yesus.."

Siska melepaskan pelukannya dari papa dan mama dan berkata, "SELAMAT NATAL PA, SELAMAT NATAL, MA. Semoga tauladan Yesus akan selalu menjadi lilin penerang dalam perjalanan hidup kita.. jangan lupa, besok pagi bangunkan aku.. aku harus ke gereja.." ujar Siska.. diciumnya pipi papa dan mama sekilas dan masuk ke kamar.

16 Desember 2005

giovedì, dicembre 08, 2005

Merinding Disko!!

Siang ini, sepulang sekolah, Marten mengajak Petrus main kerumahnya. Awalnya Petrus menolak. Maklum, sebagai anak asrama, Petrus mengemban pekerjaan yang tidak sedikit; seperti memasak, mencuci, menyapu dan menyeterika bajunya sendiri. Pokoknya hidup mandiri deh! Namun Marten terus mendesak sehingga akhirnya Petrus luluh juga. Cowok yang berasal dari sebuah desa di luar kota Ende ini pun mengikuti ajakan Marten.

Petrus dan Marten baru saja bersahabat. Wajar saja, mereka kan baru satu bulan duduk di kelas 1 SMU. Sebagai anak desa, wawasan Petrus terus bertambah ketika ia mengenal dan kemudian berteman akrab dengan Marten. Marten, yang lulusan sebuah SMP swasta di kota Ende, mengajarkan banyak hal baru pada Petrus.. Seperti naik motor, bermain komputer atau bermain aneka game yang ada di telepon genggam Marten.

Setiba mereka di rumah Marten, Petrus diajak makan siang; mereka makan siang berdua, karena orangtua Marten sedang ke luar kota. Melihat tampang Petrus yang LLB alias Lucu lucu blo'on, terbersit ide gila di benak Marten.

"Petrus, lebih baik malam ini kamu tidur di rumahku saja." tawar Marten. Petrus terkejut mendengarnya. Mana mungkin bapak kepala asrama yang terkenal kejam bin laden itu mengijinkan?
"Tidak mau."
"Kenapa?"
"Bapak asrama pasti tidak mengijinkan."
"Alah, kamu tenang saja.. nanti setelah makan siang, aku antar kamu kembali ke asrama sekaligus minta ijin pada kepala asrama! Gimana? Setuju kan?"
Petrus menimbang-nimbang. Sesaat kemudian, Marten berkata, "Nanti malam kamu puas-puasin deh bermain komputerku!"
Akhirnya Petrus pun setuju. Mereka melanjutkan makan siang, kemudian duduk mengaso di halaman belakang rumah Marten. Dibawah pohon mangga yang terletak di halaman belakang, terdapat bangku yang terbuat dari bambu; asik banget duduk disitu, apalagi saat siang begini dimana matahari menyengat dengan ganasnya! Menjelang sore, Marten mengantar Petrus kembali ke asrama.

Singkat kata, bapak kepala asrama mengijinkan Petrus menginap di rumah Marten. Malam ini, tepat pukul 10; Petrus sedang asik memainkan Zuma di komputer milik Marten. Sedangkan Marten asik tiduran di karpet sembari mendengarkan siaran radio Gomezone FM, radio terfungky di kota Ende. Terdengar suara si penyiar; Milano, seru membacakan sms request dari para pendengar. Salah satu sms itu dikirimkan oleh Marten.

Ketika jarum jam menunjuk pukul 11, Marten melirik Petrus sambil menyeringai.
"Petrus, aku ngantuk nih. Hayo tidur!" ajak Marten.
"Kamu tidur duluan saja. Tanggung nih, udah sampe level empat!" balas Petrus cuek, matanya tak lepas dari layar monitor.
"Pet.. Hoi Petruss!! Sebenarnya aku takut."
"Takut kenapa?"
"Dirumahku ini, setiap menjelang jam dua belas malam, sering terdengar suara-suara yang menakutkan."
Mendengar omongan Marten, Petrus tertawa terbahak-bahak.
"Hahahah.. ada-ada aja. Sudah tinggal di kota, masih saja takut!"
"Ya sudah, yang penting aku sudah kasih tau lho!" kata Marten. Marten pun naik ke tempat tidur, tak lupa ia membawa telepon genggamnya yang bermerk Nokia 6600 itu.

Dari tempat tidur, Marten pura-pura tertidur, namun sesekali matanya melirik jam yang tergantung di dinding, tepat diatas kepala Petrus. Senyum Marten tambah lebar begitu jarum jam menunjuk pukul 11 lebih 55 menit.
Marten membalikkan badan, menggenggam telepon genggamnya dengan hati-hati dan mulai memencet tombolnya. Tak lama terdengar suara yang sangat menakutkan...

"MARTTEEENNNNN... suara.. kunn.. kun..." Petrus tercekat; ia berdiri dan berlari ke arah ranjang kemudian memeluk Marten dari belakang.
"Apaan sih Petrus!?" omel Marten pura-pura. Marten kembali memencet tombol play dan suara kuntilanak pun kembali terdengar.
"MARTEEEEENNNNN.. Hiiiii ngeriiii saya tobat tidur di rumahmuuuu.." ujar Petrus semakin mempererat pelukannya. Marten merasakan belakang lututnya bergetar... tak tahan juga berpanas ria dipeluk Petrus, akhirnya meledak lah tawa Marten.

"Haahahaha."
"Marten!! Jangan ketawa!! Nanti kuntilanak dengar!" ujar Petrus. Marten bangkit dari ranjang dan ia melihat Petrus yang memeluk guling dengan lutut gemetar.
"Hahahaha.. keta tipuuuuuuuu.. itu kan suara ringtone hape!! Dasar Petrus penakut! Tadi bilang tidak takut.. dasarr!!"
Mendengar omongan Marten, Petrus melempari bantal ke arah sahabatnya itu.

"DASAR!! GARA-GARA KAMU SAYA JADI MERINDING DISKO deh!"

16 nov 2005
(buat Rouf, thanks atas title blognya, Merinding Disko.. jadi saya bisa bikin cerita ini deh heheeh).

martedì, novembre 29, 2005

Cinta Obin

Namanya Obin. Cowok yang tampangnya jauh dari kesan cakep dengan kacamata setebal pantat botol itu bersekolah di sebuah SMU swasta di kota Ende. Selain tampang yang jauh banget nget dari nilai 8, Obin termasuk dalam kategori, bukan cowok cool, bukan cowok model, bukan cowok seksi apalagi cowok atletis. Cowok dengan rambut kriwil ini justu akan gugup setengah mati bila berhadapan dengan cewek, apalagi cewek yang disukainya.

Nah, bukan rahasia lagi kalau Obin naksir teman SMPnya yang bernama Bulan. Bukan pula suatu kebetulan bila sekarang mereka berdua duduk dikelas yang sama; yaitu di kelas 10/1 SMU mereka. Saat lulus SMP, Obin mendengar Bulan mendaftarkan diri di SMU swasta tersebut, makanya dengan riang gembira meskipun melewati perjuangan yang keras menentang kehendak orangtua, Obin pun bersekolah di SMU yang sama dengan bulan. Seharusnya Obin bersekolah di Sekolah Kelautan, seperti kehendak orangtua.

Obin mempunyai seorang sahabat bernama Jeki; yang pembawaannya sangat jauh berbeda dari Obin. Jeki itu cool banget dengan wajah ganteng berhidung tinggi. Belum lagi hobbynya ber-taekwondo.. benar-benar cowok idola deh. Makanya jangan heran kalau Jeki sering menerima surat kaleng syarat muatan arus listrik cinta dari para pemuja rahasianya. Namun Jeki, bukanlah cowok yang suka memanfaatkan kesempatan. Dengan halus ia menutup diri dari serangan surat kaleng, sms, telepon ataupun coklat gratis. Jeki hanya tidak ingin ada yang kecewa karena ia tidak bisa mencintai cewek semudah membalik telapak tangan. Sebenarnya ada satu cewek yang disukai Jeki, cewek itu adalah Bulan!! Tetapi, demi menjaga perasaan Obin, Jeki tidak pernah jujur tentang perasannya tersebut.

Semuanya berjalan lancar hingga suatu hari Bulan menghampiri meja Obin dan Jeki.
"Jek, saya ada perlu sama kamu. Nanti istirahat pertama saya tunggu di gedung tempat kamu latihan taekwondo." ujar Bulan pada Jeki, tanpa menoleh sebelah mata pun pada Obin. Obin yang dasarnya suka gugup, tidak bisa berbuat banyak. Ia cuma bisa menatap keindahan Bulan.. matanya, hidungnya, pipinya yang memerah.. senyumnya yang memikat... ah, lidah Obin kelu! Bahkan untuk bilang, "Eh Bulan.." ia tidak sanggup!

Setelah Bulan berlalu, baru lah Obin berani buka mulut.
"Jek, sayah.. sayah.." Obin terbata-bata.
"Ya kamu kenapa, Bin?" tanya Jeki yang tidak heran lagi melihat tingkah Obin.
"Sayah cemburuh lhoooo." Obin melunasi kalimatnya.
"Hahahaha. Cemburu kenapa?"
"Kalian kan.. mauh ketemuan.." Obin menundukkan kepalanya.
"Obin, apa pun yang kami bicarakan nanti, pasti saya bocorin ke kamu. Tenang saja man!" hibur Jeki. Sebenarnya Jeki sendiri bingung, apa yang harus ia lakukan. Kalau ternyata Bulan menyukai dirinya, apa yang harus ia katakan pada Obin? Kalau ternyata Bulan tidak membicarakan masalah hati, maka ia tidak akan terlilit dillema antara; Obin, Bulan dan dirinya sendiri.

Pukul 11.45
Obin menghindari ke lapangan basket sedangkan Jeki pergi menemui Bulan di gedung serba guna tempat ia berlatih taekwondo. Gedung serbaguna sering dipakai untuk latihan paduan suara, menari, taekwondo bahkan arisan para guru. Di dalam gedung, Bulan sudah menanti kedatangan Jeki.

"Hai Jek, maaf merepotkanmu." ujar Bulan. Jeki melemparkan senyum maut seorang perayu sandiwara cinta.
"Oh no problem kok, Lan. Bilang saja apa yang kamu inginkan, dengan senang hati saya akan membantu.."
"Ini tentang.."
"Tentang saya kan? Hahahaha.. maaf, narsis nih."
"Ini tentang.."
"Eh Bulan, nanti malam kamu ada acara gak? Kita ke kafe yuk? Ngopi-ngopi gitu deh."
"Ini tentang.."
"Bulan.."
"Jeki.."
"Bulan.. kamu.. kamu.."
"Iya Jek, aku.. aku.."
"Iya? Kamu kenapa Bulan?"
"Aku suka.."
"Iya?? Teruskan, Bulan??"
"Aku suka............OBIN!!"

-GEDUBRAKZ-!!

Dua minggu setelah kejadian di gedung serbaguna; dimana dengan sangat terpaksa Jeki harus menelan pil kekecewaan, Obin dan Bulan nampak asik berdua di perpustakaan kota yang terletak di jalan Diponegoro kota Ende. Suasana sore itu cukup cerah. Obin memakai celana jengki dan kemeja kotak-kotak merah yang sangat norak. Sedangkan Bulan memakai rok jins dan blus putih yang sangat serasi di tubuhnya. Hari Sabtu ini mereka keluar berdua untuk ke-2 kalinya.

"Obinnn.. coba denger deh.. para netters merasa sangat terganggu akan kehadiran hacker ini.. Hacker tuh apaan sin, Bin?" tanya Bulan. Ia mengangkat wajah dari buku panduan Internet yang dibacanya barusan. Di depannya Obin menarik napas satu-satu dengan peluh membasahi kening..
"Hacker itu orang yang suka membongkar email sampai website orang lain di internet." jawab Obin lancar.
"Bin, habis dari sini kita ke MM kafe yuk?" ajak Bulan. Obin mulai menampakkan gejala rabies stadium empat!!
"Eee.. eee... ke sanah ngapain?" tanya Obin bego. Bulan tersenyum simpul.
"Bantuin yang punya kafe.. nyuci piring.. masak.."
"Hehehe.. Bulan.. bi.. bisah ajah.." balas Obin.
Sore itu, setelah pulang dari perpustakaan kota, Obin dan Bulan berjalan kaki menuju kafe MM yang terletak di jalan Banteng.

Ternyata Bulan sendiri pun menyukai Obin. Katanya Obin itu cowok unik yang tidak ada duanya. Selain tampang ngepas dan agak dipaksa, kacamata pantat botol dan rambut kriwil adalah OBIN BANGET. Pacaran sama Obin, Bulan tidak saja bebas dari rasa cemburu karena notabene ia tak punya saingan sama sekali, melainkan juga mendapatkan banyak pengetahuan.. soalnya Obin pinter sih.

Bagi Bulan, pacaran dengan cowok ganteng itu cuma bikin makan hati! Dicemburi banyak cewek, digosipin, dicerca, ditindas, dijelek-jelekin sampai di telpon kemudian dimaki-maki! Pacaran sama cowok ganteng itu susah, karena cowok yang ngerasa ganteng kebanyakan suka memanfaatkan kegantengannya untuk membagi cinta. Bulan tahu kalau Jeki pun suka padanya, namun ia lebih memilih Obin. Karena.. baginya Obin adalah cowok yang tidak ada duanya di dunia ini, yang bisa membuatnya merasa NYAMAN dalam pacaran tanpa harus dikejar perasaan resah, gelisah, gundah, takut, cemburu sampai marah.

Dan alasan siang itu Bulan justru mengajak Jeki ketemuan, karena Bulan ingin Jeki yang ngasih tahu ke Obin kalau dia menyukai cowok berambut kriwil itu.. Bulan merasa, ia harus memulai, karena kalau ia terus menunggu, Obin gak akan pernah bisa memulai!!

Sementara itu, jauh dari kafe MM, di rumah Jeki. Cowok ini sedang asik menerima telepon dari seorang pemuja rahasianya. Sudah nyaris 3 jam mereka ngobrol di telepon! Papa dan mama Jeki sampai keki dibuatnya.

Yah, begitulah kisah cinta Obin ;)
Akhirnya ia mendapatkan apa yang dikejarnya dari SMP.. yaitu cinta Bulan.

Nov 2005

mercoledì, novembre 23, 2005

Dibawah Jendela

Mara duduk di bawah jendela kamarnya. Gadis usia 17 tahun ini bengong menatap rinai hujan yang belum berhenti juga sejak siang tadi saat ia pulang sekolah. Rintik hujan berubah menjadi hujan deras, kemudian kembali melemah dan berubah menjadi rintik kembali. Seperti itu terus menerus selama hampir 2 jam!

Di saat seperti ini, pikiran Mara langsung meloncati peristiwa demi peristiwa, dari saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Saat dimana ia masih merenda kasih bersama Ario.

Ketika duduk di kelas 1 SMU, Mara sudah tahu kalau Ario menyukainya. Hal tersebut ditunjukkan Ario dengan perhatian-perhatian kecil cowok ganteng itu. Mulai dari pertanyaan "Pulangnya sama siapa, Ra?" atau "Nanti malam aku telpon ke rumah boleh ya?"

Mara dan Ario memang sekelas, dan hal tersebut seakan menjadi gerbang yang memberikan kesempatan pada Ario untuk lebih mendekatkan diri pada Mara. Walhasil, setelah 6 bulan mereka sekelas, Ario pun berani menyatakan perasaan sukanya pada Mara. Mara yang memang menyukai Ario pun menerima uluran cinta yang menanti sambutan cintanya itu.

Naik ke kelas 2, Mara dan Ario tidak sekelas dikarenakan mereka memilih jurusan yang berbeda. Mara memilih IPS sedangkan Ario memilih IPA. Namun cinta mereka kian lengket. Tiada hari tanpa pulang bareng, ke perpustakaan bareng, nyari kaset favorit bareng atau sekedar kongkow di kafe.. mereka menikmati indahnya jalinan cinta yang kian bersemi.

Ketika Mara merayakan ulangtahunnya yang ke-17 pada dua bulan yang lalu, ia mengundang semua teman-temannya, baik yagn sekelas atau yang tidak sekelas lagi. Acara malam itu cukup ramai meskipun di luar rumah, hujan turun dengan derasnya. Pukul 10 malam, pesta pun bubar. Sebelum pulang, Ario menarik Mara ke sudut teras dan melingkarkan tangannya ke leher cewek tercinta itu. Kaki mereka mulai basah terkena cipratan air hujan...

"Apa ini?" tanya Mara di malam itu.
"Ini bukti cintaku padamu, Ra. Cinta yang tiada ujung.. cinta kita akan seperti kalung ini, gak ada ujungnya, selalu bertemu dan bersatu. I love you, Ra." bisik Ario di kuping Mara.
"Love you too.." balas Mara...

Pukul 10 lebih 15 menit, Ario nekat pulang ke rumah mengendarai motornya. Sementara itu, Mara langsung ke kamar karena kak Ipeh si pembantu rumah tidak mengijinkan ia ikut membereskan rumah.

Pukul 11 malam, Mara menerima telepon dari Fikri, adik si Ario. Dan semuanya menjadi gelap.

Mara mengusap air mata yang menetes di pipi. Dia masih duduk di bawah jendela kamar, menatap bengong hujan yang turun di luar sana. Setiap kali hujan turun, sadar atau tidak, Mara akan duduk di bawah jendela, menatap kosong ke luar sana.. membiarkan pikirannya meloncati peristiwa demi peristiwa yang ia alami.

Dua bulan yang lalu, di malam pesta ulang tahunnya yang ke-17, ia ditinggalkan Ario untuk selamanya. Ario yang tidak memakai helem dalam perjalanan pulang ke rumah mengendarai Kawasaki Ninjanya, mejadi kabur penglihatannya.. dan dalam keadaan ngebut, Ario tak bisa lagi menghindari bongkahan batu yang diletakkan nyaris di tengah jalan, yang tertutupi oleh genangan air hujan; entah oleh siapa.. tujuan batu tersebut diletakkan disitu adalah agar para pengendara tidak menambah kecepatan ketika melewati genangan air.. namun sayang, yang terjadi justru sangat fatal.. hilangnya nyawa seorang Ario...

Mara kembali mengusap air mata. Ia mengelus kalung pemberian Ario.. lalu ia bergumam, "Rio, seandainya malam itu bukan malam nahasmu, maka cinta kita akan tetap seperti kalung ini, tiada ujung.. cinta kita adalah cinta yang tiada ujungnya. Tapi sekarang, ijinkan aku melepaskan kalung ini. Dia akan menjadi sejarah dalam hidupku..."

6 November 2005

venerdì, novembre 18, 2005

Aku Tahu, Kau Bukan Untukku

Aku tahu, kau bukan untukku. Mungkin sejak buyut Adam dan Hawa turun ke bumi, semua cerita tentang kita yang akan bergulir memang harus berakhir pada kehampaan. Ya, karena kau memang bukan untukku.

Kau, adalah pria yang kurasa paling tepat mengisi kekosongan jiwa. Memberi semangat baru yang membangkitkan rasa aneh, debar di dada.. cinta. Kau memang bukan pria pertama yang menyentuh jiwaku dengan cinta, namun jejak yang kau tinggalkan sesudahnya, tertanam kuat di jiwa.. aku mencintaimu! Aku mencintaimu lebih dari cinta yang pernah menyapa hati.

Dari dirimu, aku melewati proses pembelajaran tentang diri, hidup dan cinta. Kau pula yang mengajarkanku untuk membedakan cinta, sayang dan suka. Tiga hal itu mempunyai perbedaan yang sangat tipis, yang terkadang manusia tak bisa memilah-milahkannya. Dan bersama dirimu, aku sadari aku merasakan cinta yang dahsyat. Cinta yang akhirnya membuatku menyadari bahwa aku tidak mencintai dia, aku cuma menyukainya.. ah.. aku tetap mencintaimu.

Kau, priaku. Tapi kau bukan untukku. Karena telah ada wanita lain yang lebih pantas dan berhak memilikimu seutuhnya. Lalu siapa aku? Mungkin diriku hanya seonggok sampah yang berharap dikais untuk dijadikan barang berguna. Naifkah diriku? Ah.. yang kutahu aku mencintaimu, mencintai pria yang bukan untukku.

Kau, tetaplah bersinar. Tetaplah menjadi matahariku. Yang senantiasa menyinari hari-hari sepi tanpamu. Kekosongan ini, adalah kekosongan tanpa dirimu, namun dengan sinarmu yang meskipun dari jauh, aku tetap terhangatkan oleh kasih sayang dan cintamu.

Ah, pada akhir dari perjalanan ini aku tahu, kau memang bukan untukku.

6 nov 05