giovedì, settembre 23, 2004

Si Jutek!! [[ 5 ]]

Buku-buku tangan Denis memutih akibat kepalan tangannya yang kuat dan keras. Seakan dengan begitu, kemarahannya dapat terlampiaskan. Mata Denis terluka, Mine tau itu. Gadis itu hanya dapat menggigit bibirnya. Denis berdiri dan berujar,

"Om dan tante, maaf saya pamit dulu .. Assalamu'alaikum."
"Loh .. Mine!! Cepat minta maaf, sudah berulang kali ibu bilang, jangan bersikap ketus begitu!!"
"Nggak pa pa tante .. saya pamit."

Denis melangkah keluar tanpa menoleh pada Mine lagi, Mine berlari ke kamarnya, meninggalkan ayah dan ibu nya yang kebingungan setengah mati. Memang bukan hal yang baru lagi bila Mine bersikap aneh seperti tadi, namun keketusan dan tajamnya kata-kata Mine tadi memang sudah keterlaluan dan membuat mereka terperanjat. Mine mengunci diri di kamar. Menggendong Tide dan matanya basah. Tanpa disadarinya, satu sisi hatinya ikut terluka, ikut pedih melihat bola mata Denis yang marah.

Mine mondar mandir di kamarnya sendiri, gelisah. Niat belajarnya terbang entah kemana. Yang ada di kepalanya hanya kelebatan kejadian yang baru saja terjadi. Berhenti di depan cermin, Mine melihat wajahnya sendiri, wajah seorang gadis remaja yang jarang tersenyum. Tatapan Denis yang penuh luka gara-gara ucapannya membuatnya seolah bercermin ... itu lah dirinya, terluka dan kecewa pada hidup yang nggak adil. Rahasia hidupnya hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Mine kecil yang terluka dalam nggak pernah mau berbagi dengan siapa pun, bahkan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan kematian pak Kristo, sempurna. 'Toh untuk apa ayah dan ibu tau? Mereka nggak dapat menggembalikan kesucian ini?'. Mine menggigit bibirnya pedih.

Tide mengerang pelan, seakan mengerti kegundahan hati tuannya. Mine menciumi Tide penuh sayang dengan mata basah. Seperti ini lah rasa bersalah itu, bisik hatinya pelan. Seperti ini lah .. dan Denis pasti dilanda kemarahan yang amat sangat, seperti kemarahannya di masa kecil dahulu. Seperti itu lah! Mine ingin rasanya berteriak memuntahkan semua beban di hatinya, Mine memeluk Tide erat seakan enggan melepaskan kucing mungil itu lagi. Tide menggesek-gesekan kepalanya di pipi Mine, seakan ingin membagi ketenangan agar nggak ada lagi air mata di pipi gadis itu.

Semenjak kejadian itu, Mine sadari, Denis menjauh darinya. Denis berusaha untuk nggak melakukan kontak apa pun dengannya, meliriknya saja tidak! Mine sadari sepenuhnya kemarahan Denis akibat kata-kata kasarnya, akibat nggak adanya toleransi dari dalam dirinya. Mine dirundung rasa bersalah yang besar, rasa bersalah yang akhirnya membawanya pada penyesalan. Mengapa penyesalan selalu datang terlambat? Mengapa saat itu Mine begitu angkuh dan terlalu percaya pada diri sendiri? Tepatnya, dirinya memang seperti itu. Dirinya begitu sulit menerima orang lain dalam hidupnya, nggak sudi menerima orang lain merecoki kehidupannya yang selama ini nggak terusik.

Namun Denis dapat melihat sedikit perubahan pada diri Mine. Gadis itu mulai mau mengajak Saski ngobrol. Saski sendiri secara pribadi ikut kaget. Mine biasanya jarang mengajaknya berbicara, namun beberapa hari belakangan ini Mine seperti telah membuka diri terhadap orang lain. Seiring dengan itu, semakin jarang pula teman-teman sekelasnya mendengar celetukan bernada jutek dan melecehkan dari Mine. Mereka seperti melihat seorang Mine yang baru. Denis sesungguhnya ikut senang, namun dirinya tetap pada kukuhnya gengsi sebagai cowok yang dilukai. Meskipun dia sadar Mine nggak akan datang untuk meminta maaf padanya, masih saja harapan itu memburat di hati.

Ujian kelulusan SMU sebentar lagi dimulai. Mine yang memang pintar nggak kelewat deg deg-an seperti teman-temannya yang lain. Otaknya yang briliant nggak usah diragukan lagi. Setiap hari sepulang sekolah, Tide selalu menemaninya belajar, nggak lupa Mine menghadiahi Tide coklat agar kucing itu betah berlama-lama duduk di atas meja sambil makan coklat dan memandangi tuannya belajar. Mine mengacak-acak rambut Tide lembut.

"Tide, sebentar lagi saya ujian loh .. saya janji, setelah ujian, masalah yang terjadi antara saya dan Denis harus segera diluruskan. Saya tau Tide .. semua ini bermula dari diri saya sendiri .. Tapi saya nggak salah kan? Saya terlampau takut untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena saya takut kembali mengalami kepahitan itu .. Tide mengerti kan?"
"Meong .. meong .."
"Heheheh .. saya belajar dulu yah Tide .. kamu abisin saja coklat itu."

Mine berkutat kembali pada buku-buku pelajarannya, seminggu lagi ujian Akhir SMU atau EBTANAS akan dimulai. Mine ingin meraih nilai yang bagus. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk dirinya sendiri. Lebih lagi, ada rencana besar dalam hidupnya. Dia ingin melakukan sesuatu .. Mine mendesah dan meregangkan tubuhnya yang sedikit kaku. Malam ini dingin sekali. Dirapihkannya buku-buku pelajaran dan meraih Tide ke dalam gendongannya. Ini minggu tenang .. para siswa nggak diberi pelajaran selain ulangan ringan yang sekiranya dapat membantu mereka menyelesaikan soal ujian akhir nanti. Tapi Mine, sesungguhnya telah siap menghadapi ujian bila ujian itu dilakukan malam ini juga! Gadis briliant itu puas pada dirinya sendiri.

***

"Hip Hip Huraaaaaaaaaaa!!!!!!!!!"

Semua siswa yang siang itu bergerombol di luar aula sekolah berteriak riuh. Rata-rata nampak terlihat wajah siswa kelas tiga yang sebentar lagi akan meninggalkan smu Biru ini. Mereka berteriak puas penuh kegembiraan begitu pak kepala sekolah menyatakan kelulusan yang 100% untuk smu Biru. Mine yang saat itu duduk agak jauh dari teman-teman yang lain ikut tersenyum. Barangkali itu senyum yang kesekian yang dapat di hitung dengan jari oleh teman-temannya. Mine nggak peduli .. yang jelas dirinya dapat lulus.

Akhirnya buah kerja kerasnya selama ini dapat terpetik. Mine ternyata menjadi satu-satunya murid dengan nilai tertinggi, di atas delapan untuk semua mata pelajaran. Terang saja Mine bisa mendapat nilai bagus begitu, otaknya briliant! Bila teman lain ke disko, maka Mine memilih mengurung diri di kamar untuk belajar atau bercengkerama bersama Tide.

Mata Mine mencari-cari .. sosok itu .. dimanakah dia? Mine mencoba meneliti satu per satu gerombolan teman-temannya, namun sosok itu nggak kunjung ditemuinya. Dengan modal nekat Mine menghampiri Heru, salah seorang teman kelasnya yang juga dekat dengan Denis.

"Her .."
"Hei Mine .. ada perlu?"
"Iyah .. kemana Denis?"
"Loh, kamu nggak tau yah? Denis hari ini nggak ikutan mendengar pengumuman kelulusan karena dia lagi berkemas!"
"Berkemas? Denis berkemas? Mau kemana?"
"Denis sendiri bilang, lulus atau enggak, dia tetap pergi dari sini."
"Denis mau kemana?"
"Entahlah .. Denis sendiri nggak bilang tujuannya."
"Hmm makasih yah."
"Sama-sama Min .. sejujurnya saya seneng ngeliat kamu sudah jauh berubah."
"Terima kasih .."

Wajah Mine tak urung memerah juga. Betul kah dirinya telah berubah? Betulkah kata-kata yang di dengarnya dari Heru barusan? Oh, semua ini berkat Denis! Berkat mata terluka cowok itu. Mine tau harus kemana setelah ini, rumah Denis. Mau atau nggak-nya Denis memaafkannya, Mine harus minta maaf dan berterima kasih. Meskipun untuk itu dia harus terluka lagi .. bila .. bila Denis kasar padanya.

Mine kembali mencari Heru.

"Her .. Heru!"
"Ya? Ada perlu lagi?"
"Ngg .. iya .. setelah ini kamu nggak kemana-mana kan?"
"Aku dan teman-teman sekelas berencana ke cafe buat rayain ini."
"Ngg .. kalau gitu nggak jadi deh."
"Weits .. bilang saja .. siapa tau saya bisa membantu?"
"Saya mau minta tolong kamu temani saya ke rumah Denis."
"Oh itu ... hmm boleh lah, setelah mengantar kamu ke sana saya masih bisa menyusul teman-teman ke cafe."
"Sekali lagi makasih yah Her."
"Never mind .. by the way, saya antar sekarang saja yuk?!"
"Baik lah .."

Mine melajukan motornya mengikuti Heru yang lebih dulu di depan sebagai penunjuk jalan. Hatinya dag dig .. semoga Denis mau menerima permintaan maafnya. Semoga Denis sadar, karena dirinya lah, kukuhnya sikap cowok itu lah yang dapat merubah Mine .. meskipun baru perubahan kecil, tapi semua teman-temannya sendiri mengakui perubahan itu. Mine mengikuti arah Heru yang berbelok kiri, memasuki perumahan menengah keatas. Jalan Sam Ratulangi, blok C nomor 14, disitu lah Heru berhenti.

"Yuk Min!!"

Mine memarkir motornya di belakang motor Heru dan nggak lupa mengunci stir. Rumah Denis besar, bergaya victoria dan dipenuhi pohon-pohon palem yang hijau rimbun. Di garasi Mine dapat melihat mobil milik Denis yang diparkir disitu. Heru memencet bel rumah. Mine berdiri mematung di belakang Heru, menanti pintu itu dibuka. Perlahan pintu terkuak dan kepala Denis muncul.

"Her!! Kok nggak kasih tau dulu kalau mau kesini .. Mi ..??"
"Saya hanya mengantar Mine kok Den, nanti malam anak-anak pada niatan ke sini, tapi kita kudu ke cafe dulu sama teman-teman sekelas."
"Ya oke .."
"Cabut dulu Den .. Min .. "

Heru melangkah menjauhi mereka dan keluar pagar, sosoknya menghilang seiring dengan derum tiger 2000 nya. Denis membuka pintu lebar-lebar dan masuk tanpa mempersilahkan Mine untuk masuk. Tapi kaki Mine menuruti kata hatinya untuk masuk ke dalam rumah itu dan duduk di sofa ruang tamu. Rumah Denis terasa adem. Ruang tamu itu bernuansa biru muda yang menyejukkan mata. Dindingnya dipenuhi foto-foto anggota keluarga itu, ada orang tua Denis, Denis dan seorang gadis manis. Denis duduk di sofa yang berseberangan dengan Mine, menatap Mine penuh tanda tanya.

"Untuk apa kesini?"
"Uhm .. saya .. saya dengar kamu mau berangkat?"
"Iya .. pergi jauh dari sini."
"Kenapa? Bukan karena saya kan?"
"Pede amat kamu .. jelas bukan karena kamu .. saya hanya ingin pergi saja."
"Maaf .. uhm .. "
"Mau ngomong apa? Bicara saja, nggak perlu sungkan."
"Maaf kalau saya mengganggu kegiatan kamu berkemas Den."
"It's oke."

Mine menarik napas panjang, menyusun kembali kata-kata yang sempat disiapkan tadi namun berserakan kembali dalam ruang benaknya. Dari mana dia harus memulai? Dia tau Denis masih marah padanya, dari mana harus??

"Denis, saya minta maaf."
"Untuk apa?"
"Kejadian di rumah saya beberapa bulan yang lalu."
"Yang mana?"
"Den please, saya minta maaf .. kamu tau kejadian yang mana, kamu terluka, kamu marah, saya minta maaf."
"Jangan sok tau mengatakan saya terluka dan marah."
"Tapi kamu benar-benar terluka kan?"
"Itu pasti, siapa saja .. "
"Jadi .. saya minta maaf Den .."

Mata Mine basah. Denis menatap wajah gadis jutek di hadapannya ini dengan perasaan nggak menentu. Ini lah gadis yang menarik perhatian terbesarnya dalam 3 tahun terakhir. Ini lah gadis yang begitu individual tanpa merasa perlu bersosialisasi dan bertoleransi pada orang lain. Dari gadis ini pula sejujurnya Denis ingin mengetahui sebab sikap ketus nya. Dari sini pula Denis merasakan sesuatu yang lain dari dalam hatinya, seperti saat Mine menjerit ketakutan di pelataran parkir begitu Denis mencoba mendekati. Ada sesuatu yang disembunyikan gadis ini dari kehidupannya. Dan Denis tertantang untuk mengetahuinya, karena dia peduli .. dia .. dia sayang pada Mine. Rasa yang selama ini berusaha ditutupinya.

-bersambung-

0 Commenti:

Posta un commento

Iscriviti a Commenti sul post [Atom]

<< Home page