venerdì, marzo 19, 2004

LUV part. 2

Km Titian Nusantara membelah lautan lepas. Di kapal, Cova beda kamar dari Flo, namun yang menyakitkan, Cova membiarkan Ningsih sekamar sama Flo. Flo lebih banyak diam, tidur dan keluar sendiri mengelilingi kapal besar bermuatan hampir 50 buah truk Fuso. Truk besar milik perusahaan ekspedisi dari Flores. Flo menghirup angin laut yang menerbangkan rambutnya. Menatap kosong pada lautan biru dan pulau-pulau yang nampak dari kejauhan. Sedapat mungkin dirinya menghindari kontak bicara dengan Ningsih dan Cova. Hatinya sakit. Inilah akibat yang harus ditanggungnya bila ingin terus melanjutkan kuliah. Flo mendesah .. pasrah pada keadaan dan nasib yang menaunginya. Kaleng Coca cola ditangannya telah kosong, dibuangnya ke tempat sampah. Flo mengelilingi kapal lagi, dari dapur ke kantin, dari kantin ke mushola, dari mushola ke ruang hiburan .. terus ke dek-dek, naik turun tangga, melepaskan beban di hati.

Sejak kapan hatinya mulai tumbuh benih cinta pada Cova? Sejak mereka sd, smp atau smu? Barangkali sejak sama-sama smu. Saat itu Cova memang tumbuh menjadi sosok yang memukau matanya. Setiap hari, dijemput Cova ke sekolah dengan Tiger 2000 dan diantar pulang kembali. Tak jarang Cova mengajaknya jalan-jalan keliling kota kecil Ende dengan tiger merah itu. Hati Flo berbunga-bunga. Cova menyebutinya dengan nama Flo sejak smp. Saat itu darah jahilnya tumbuh dan lebih suka memanggil Floresian dengan Flo. Flo menyukainya, nama yang manis. Memang bukan rahasia lagi kalau Cova tergila-gila pada semua hal yang berbau jawa. Termasuk menyukai gadis belia keturuan jawa yang bertaburan bagai bintang di langit. Ningsih, pindah ke Ende ketika ujian kenaikan kelas dua hampir dimulai. Wajahnya yang ayu, kulitnya yang putih bersih, dan tutur katanya yang halus langsung membuat Cova tak bergeming bila sedang memandangnya. Dan akhirnya menjelang Ebtanas, Cova mampu meraih bintang di langit, mendapakan cinta Ningsih. Flo mendesah ... Dua hari sudah perjalanan ini. 48 jam berlalu, saatnya Titian Nusantara berlabuh di pelabuhan Perak Surabaya, gudang Zamrud.

Tiba di Perak Surabaya Flo mengangkut ransel besarnya. Gadis Flores harus bisa mandiri. Untunglah, yang dibawa Flo hanya itu. Di pelabuhan Perak, kak Lisa telah menanti kedatangan adik perempuan satu-satunya itu dan Cova, misan mereka. Wajah Lisa tak beda jauh dari Flo, namanya juga saudara kandung, hanya saja rambut Lisa dibiarkan tergerai sampai ke punggung. Sedangkan Ningsih terus naik bis ke Sidoarjo bersama salah seorang saudaranya yang menjemput. Flo bertekad, mulai hari ini, saat kakinya menginjak pulau Jawa, tak boleh dirinya dekat-dekat Cova lagi, meskipun hatinya ingin. Dirinya harus bisa, apa pun yang terjadi harus mampu membiarkan cowok itu berkutat dengan hidupnya sendiri dan cintanya pada Ningsih. Flo menarik napas panjang. Sesuatu yang baru akan dimulainya.

Kak Lisa membawa Flo ke kostnya di bilangan Ngagel, sedangkan Cova dititipkannya pada salah seorang cowok Flores yang kostnya tak terlalu jauh dari situ. Kamar kak Lisa berada di tingkat dua, berderet dengan lima kamar lainnya. Tak ada kamar mandi dalam, semuanya mandi di kamar mandi umum. Teman-teman kost kak Lisa baik-baik, Flo menyukai mereka. Pada lantai satu terdapat tujuh kamar lagi. Lima kamar di isi anak kost, dua kamar khusus bagi para dokter beristirahat. Dokter? Ya, lantai satu juga merupakan tempat prakter tiga orang dokter di bidang akupuntur modern. Disamping tempat praktek terdapat satu toko kosmetik dengan Marisha Haque sebagai modelnya, kosmetik bernuansa islami itu terus menslogankan kata halal untuk setiap produknya. Otomatis, setiap pergi dan pulang di sore hari, anak-anak kost kadang melewati para pasien yang mulai antri sejak jam dua siang. Di dekat kamar praktek terdapat dapur mini, seperti kantin mini yang dikelola oleh istri salah seorang dokter. Dijual berbagai macam juz, roti panggang juga indomie siap saji. Tempat yang nyaman.

Setelah melepas lelah dan mandi, Flo diajak Lisa makan di warung depan kost. Sambil makan mereka saling bercerita dan melepas rindu.
"Kenapa memilih Stiesia sih Flores .. " Lisa masih saja memanggil Flo dengan Flores, bukan Flo, seperti yang lainnya. Baginya nama Floresian itu indah.
"Uhm, ya pengen saja. Ugh kakak, masa manggil Flores sih, Flo dong! heheh. Ya pengen aja sih kak kuliah di Stiesia. Pernah kakak kelas yang kuliah di situ datang ke sekolah, mempromosikan Stiesia di hadapan kami. Ya sudah, saya langsung terpikat." Lisa mencubit gemas pipi adiknya. Tak berapa lama hp Lisa berbunyi. Flo membiarkan kakaknya membalas sms yang masuk itu sembari menikmati nasi ayam yang lumayan enak. Surabaya yang panas. Lisa segera meneguk teh botolnya cepat-cepat.
"Flo, kita ke tempat Martin yuk. Cova kayaknya kelaparan disana, kata Martin barusan, dirinya sama sekali ga nyediain makanan penyambutan. Padahal kakak tau, Martin itu memang kere, awal bulan saja sudah kere, apalagi akhir bulan! Ayuk! Eh eh .. bentar .. bu, pesen nasi dua dibungkus yah." Lisa memesan nasi bungkus dua untuk Martin dan Cova. Setelah membayar, Lisa mengajak Flo ke kost Martin. Flo menghabiskan minumnya dan mengikuti Lisa. Hatinya tak tenang, mengingat ada Cova disana.

Kost Martin hanya berjarak dua blok dari kost Lisa. Berjalan kaki sepuluh menit keduanya sampai. Yang pertama dirasakan Flo adalah pandangan mata para penghuni kost cowok yang nakal. Lisa cuek saja sambil berbisik.
"Ga usah ditanggapi kalau ga suka, oke?" Flo mengangguk pelan. Disitu mereka diperbolehkan langsung masuk ke kamar Martin. Cova nampak santai tiduran di kasur Martin, dan Martin sedang asik di depan komputer.
"Hoi!! Kalian berdua ngapain? Belum makan? Cova, temen kakak yang satu ini memang kere, jadi kamu harus nahan lapar hehehehe." gurau Lisa.
"Aduh kak Lisa, kenapa ga bilang dari tadi sih .. kak Martin juga, kenapa diam-diam saja, kan Cova bisa ngajak kak Martin keluar makan." seloroh Cova, merasa tak enak juga sama Martin.
"Just, take it easy lah!" Martin mematikan komputer dan gabung dengan ketiga saudara itu lesehan di karpet.

"Nah Martin, ini adik saya, Flo namanya. Dia nanti kuliahnya di Stiesia." Martin manggut-manggut. Tapi dalam hati kecil Flo yakin, teman kakaknya ini sebenarnya tengah menahan lapar, dan dia pun tersenyum.
"Tapppiiiii jangan sembarangan kamu, Flo dan Cova telah tunangan bertepatan dengan hari kelulusan mereka, unik bukan? Menurut cerita ibu lewat telepon, Flo dan Cova memang sudah dijodohkan sejak lahir. Beda usia hanya dua bulan, udah gitu sama-sama lahir saat subuh. Makanya orangtua kami ngotot menjodohkan mereka heheeh." jelas Lisa panjang lebar. Martin manggut-manggut lagi. Flo menunduk, enggan menanggapi urusan tunangan ini. Sedangkan Cova mengeraskan rahangnya ... Lisa masih terus berceloteh sampai ga terasa satu jam sudah mereka menghabiskan waktu dengan dominan cerita dari Lisa. Hati Flo bergelora oleh cinta, namun ditekannya perasaan itu kuat-kuat ke dasar hati yang paling dalam.
"Eh kak, kok nasinya dibiarkan saja? Kasihan tuh kak Martin, keliatannya lapar banget." bisik Flo akhirnya. Lisa seolah tersadar dan tertawa.
"Aduh maaf ya .. sampai lupa kalau tadi bawain kalian nasi bungkus. Dimakan yah, kita pamid dulu." kedua gadis kakak beradik itu pamit pada penghuni kost yang lain dan pulang, dengan janji keesokan harinya mencarikan kost buat Cova. Lisa merasa tak enak bila Cova harus terus nebeng di kamar Martin.

Ujian masuk yang cukup melelahkan bagi Flo, namun untunglah namanya terpampang jelas di papan pengumuman sebagai mahasiswi yang diterima. Sedangkan Cova, tak ada satu pun ujian yang diikutinya berhasil. Atas anjuran pak Jack, Cova disuruh ikut kursus dulu, bahasa Inggris, komputer atau matematika. Apa saja, asalkan putra satu-satunya itu ga sampai menganggur di Surabaya. Mengingat kemampuan Cova dalam ketiga hal itu minus. Sebulan kemudian mereka ga ketemuan lagi. Flo sibuk sama orientasi pendidikan atau Ospek, sedangkan Cova sibuk cari-cari tempat kursus. Tapi Flo tau, Cova lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menelepon Ningsih di Sidoarjo. Apalagi saat keduanya dibelikan hp baru berikut nomornya, Cova lebih leluasa meng-sms Ningsih. Meskipun hanya lewat sms atau missedcall, namun hati Cova bahagia rasanya.

Flo sendiri lebih suka menghabiskan waktunya di kamar kost. Kuliah belum betul-betul dimulai. Apalagi kesibukan Lisa sebagai mahasiswi kedokteran semester lima membuat waktunya tersita habis untuk urusan kuliah. Pagi jam delapan Lisa telah berangkat kuliah, soalnya Unair letaknya lumayan jauh dari kost mereka. Pulangnya sudah sore. Itu pun setelah mandi, Lisa langsung berkutat lagi dengan buku-buku tebal penuh istilah kedokteran yang tak dimengerti Flo. Flo sendiri mendapat banyak teman baru. Yang paling dekat adalah Ruly dan Nia. Kadang Flo asik sendiri dalam dunia sms dengan kedua sahabatnya itu.

Cova, dengan surveinya sendiri mendapat kost di bilangan Menur Pumpungan. Sial bagi Flo, kost Cova terletak tepat disamping Stiesia. Masuk gang sih, namun rasanya kesal bila dirinya seolah dibayangi Cova terus menerus, padahal belum tentu Cova membayanginya. Cowok ganteng itu sering nampak di wartel depan gang, menelepon Ningsih, sang pujaan hati.
"Ningsih, kapan kamu ke Surabaya? Katanya mau kuliah disini." kejar Cova suatu sore saat menelepon gadis ayu itu. Tak ada suara dari seberang.
"Ningsih?" Cova bertanya-tanya.
"Va, saya belum tentu kuliah di Surabaya ..." kata-kata Ningsih membuat hati Cova kesal bukan main. Ningsih tak menepati janji! Kalau tau begini, mending dirinya ga usah menahan hasrat mendekati cewek jawa yang setiap hari menjadi pemandangan utamanya.
"Kenapa? Ningsih, saya sayang kamu, saya cinta kamu .. please, saya kangen!" hampir berteriak Cova pada kata kangen.
"Kan kita bisa sms-an setiap hari Va." bujuk Ningsih. Cova mendengus kesal.
"Sms saja ga bisa memuaskan semua kangen di hati saya tau! Ya sudah, kalau minggu depan ga ada kelas komputer, saya ke Sidoarjo. Alamat rumah kamu masih sama kan? Yang kamu beri saat kita masih di Ende kan?" Cova ga tahan bener menyikapi Ningsih yang lemah lembut.
"Jangan!!!!!!!" teriak Ningsih dari seberang membuat telinga Cova berdengung. Ningsih berteriak padanya? What a hell?
"Heh? Kenapa?!!!" balas Cova ga kalah keras.
"Begini saja, saya yang akan ke Surabaya minggu depan, hari Rabu saya tiba disitu, oke? Naik bis ga sampai dua jam kok. Alamatmu di Menur itu kan?! Nggg tapi kita ketemuannya di depan rumah sakit jiwa saja yah Sekarang saya dipanggil bapak nih, dah." Ningsih menutup telepon tanpa memberi Cova waktu buat berkomentar. Cova membanting gagang telepon dan membayar sejumlah rupiah.

Cova kembali ke kost, tiduran disana sampai malam menjelang. Ningsih!! Teriak batinnya ... Ningsih ... Cova bermimpi ... Cova pulas.

To be continued!!

0 Commenti:

Posta un commento

Iscriviti a Commenti sul post [Atom]

<< Home page