domenica, febbraio 15, 2004

Kembali? Tidak, Maafkan Saya

Laut, lepas dan tenang, tak berombak. Tidak seperti hati saya, dipenuhi gundah gulana. Sudah seminggu ini laut menjadi tempat 'pelarian' yang paling nyaman. Duduk di tepi pantai, memandang lepas genangan air besar ini dengan pikiran buntu. Laut tak berucap, namun dapat menolong hati saya, sedikit lebih tentram. Setelah seminggu yang lalu Vic datang, ingin kembali. Kembali merajut cinta yang telah porak poranda. Cowok yang pernah saya cintai itu datang dengan segudang penyesalan.

"Li, maafkan semua yang telah saya lakukan." tatap matanya bagai busur panah yang siap dilepaskan menancap ke dasar hati saya, hati saya yang pernah luka. Luka akibat dusta yang telah dia tawarkan, pahit dan menusuk jiwa.
"Maaf Vic, saya perlu waktu." jawab saya. Hanya itu, tak ada kata lain yang sanggup terucapkan. Entah saya harus bagaimana. Mensyukuri pisahnya Vic dari Miranda atau menyesali kedatangannya dengan segumpal penyesalan. Haruskan saya menerimanya kembali?

Laut, saya kembali menatap laut. Ada sampan kecil terombang ambing disana. Hati saya kini mungkin seperti sampan itu, terombang ambing tak jelas mau kemana. Menunggu angin bertiup dan membawanya pergi, menjauh atau mendekat? Harus saya akui, saya mencintai Vic, amat sangat. Dia cowok pertama yang sanggup membuat saya mengerti cinta dan merasakan manisnya hal misterius ini. Merajut mimpi dan asa bersama Vic adalah moment indah dalam hidup saya. Merangkai tawa dan melepas duka bersama Vic selama dua tahun cukup rasanya untuk pasti akan cinta ini. Cinta saya padanya dan cintanya pada saya.

Apa yang terjadi setelah dua tahun penuh keromantisan itu? Vic diam-diam mulai berdusta. Vic menjalin cinta yang lain bersama Miranda. Miranda, anak seorang pengusaha kaya yang memiliki segalanya. Sebelumnya saya tidak percaya Vic tega berbuat itu setelah cinta kami pernah bertarung dengan onak dan duri selama dua tahun. Tapi saya salah, saya kalah. Vic, memang tengah menjalin cinta dengan Miranda. Vic, dua tahun ternyata bukan waktu yang cukup lama untuk memantapkan hatimu. Batin saya bergejolak. Tak bisa berbuat apa, saya menangis. Meratapi puing-puing cinta yang hancur berkeping. Masih ada sedikit sisa cinta, mampukan dengan sedikit cinta itu saya menerima Vic kembali?

Saya seperti anak ayam kehilangan induk seiring dengan perginya Vic dari hidup saya, meninggalkan hati saya yang porak poranda. Tanpa sesal. Saya seperti orang linglung berjalan setiap hari ke sana kemari. Ke tepi pantai menghitung pasir, ke sudut-sudut kota bertemu beragam manusia. Kemana saja kaki saya melangkah saya nurut. Demi menenangkan hati saya. Cukup lama saya mengobati hati saya sendiri, tanpa tanya mengapa dan mengapa Vic tega berbuat seperti itu. Dan setelah saya kembali pada kehidupan normal saya, tenang dan damai, Vic datang, memohon untuk kembali. Saya kembali seperti orang bingung, laut yang tenang ... tenangkan hati saya di setiap sore selama seminggu ini.

Setiap orang patut diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Itu betul, haruskan saya memberi kesempatan sekali lagi pada Vic? Ah Lila, seorang yang pernah membunuh akan kembali berkeinginan membunuh untuk kedua kali. Apalagi berdusta. Pandangan saya beralih pada dermaga kecil yang selalu ramai dengan orang yang memancing. Saya bukan dermaga. Dermaga tempat Vic melabuhkan cintanya untuk beberapa saat dan kemudian pergi lagi. Saya menjerit dalam hati. Semestinya Vic mengerti, tidak mudah bagi saya untuk menerimanya kembali, semudah dirinya memohon untuk kembali.

Sedikit sisa cinta di hati ini sebenarnya hampir saja tak bersisa, pergi bersama dusta Vic. Namun kedatangannya seminggu yang lalu itu membuat sedikit cinta ini bersorak sorai. Saya menggeleng lemah. Tak bisa, saya tak bisa menerima Vic kembali! Saya tidak bisa munafik, bagaimana saya bisa bermanis-manis kata dan sikap di hadapannya kalau hati saya terus merutuki dusta yang pernah dia lakukan? Bagaimana mungkin saya menerima Vic kembali? Oke, bila memang hati saya masih punya sedikit cinta untuknya, tapi nurani yang terus menerus mencemoohkan saya membuat saya tak berdaya. Saya bukan gadis cengeng yang gampang ditipu lagi Vic! Omong kosong dengan semua cintamu. Kalau diijinkan, saya ingin kembali ke masa satu minggu lalu, menghindar dari kedatangan Vic tanpa tau maksud yang tersembunyi di baliknya. Tak perlu mendengar kata maaf darinya. Ah, angin laut meniup wajah dan rambut saya.

Laut, semakin senja. Matahari senja mulai turun, membias di batas horizon. Warna jingganya seperti hati saya. Sesaat hati saya terbuai dalam kisah lalu saya dan Vic. Ah, tidak. Itu dulu, dua tahun dalam cinta. Cukup seminggu saya berpikir dan mencoba mengkaji semuanya. Saya pastikan hati ini untuk tidak terperosok dalam lubang yang sama untuk kedua kali. Saya harus bisa menolak Vic dengan sejuta pesonanya. Saya harus bisa memadamkan sorak sorai sisa cinta yang mulai membara di dalam hati. Saya akan biarkan puing-puing cinta ini hilang, terbang tertiup angin senja. Sampai dia tak bersisa lagi sedikitpun. Sampai hati ini kembali siap menerima cinta yang lain. Semoga. Kembali? Tidak ... maafkan saya.

tootyee, 11 Feb 2004

0 Commenti:

Posta un commento

Iscriviti a Commenti sul post [Atom]

<< Home page